Kecam Kekerasan Seksual Anak, Ketua DPRD BU Paparkan Dampaknya

Ketua DPRD BU, Sonti Bakara SH--

Remaja merupakan fase anak mulai mengalami pubertas disertai perkembangan organ reproduksi. Dengan demikian remaja harus mendapatkan pendidikan yang akurat tentang seksualitas untuk mencegah terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual.

Pada fase ini anak juga perlu tahu bahwa orang tua bisa diajak berdiskusi menyangkut seksualitas. Selaku orang tua beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu memberikan informasi tentang bagian tubuh dan fungsinya, pubertas yang akan dialami, aktivitas seksual, kekerasan dan pelecehan seksual.

"Kekerasan seksual adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi apalagi dilakukan kepada perempuan dan anak karena ketimpangan relasi kuasa yang terjadi, sehingga menjadi tugas kita semua untuk memberikan ruang aman bagi perempuan dan anak. Dan ini bukan saja tugas pihak pemerintah dan orang tua, namun lintas sektoral dan lintas profesi, agar kekerasan seksual terhadap anak ini dapat cegah secara berkelanjutan," pungkasnya.

Sementara itu, berdasarakan dari data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Bengkulu Utara mencatat ada sebnayak 28 kasus kekerasan perempuan dan anak terjadi sepanjang Januari 2023 hingga saat ini.

Kepala DPPPA Kabupaten BU, Solita Meida MPd melalui Kepala UPTD PPPA BU, Mimid Sarmidin mengatakan, dari 28 kasus yang terjadi tersebut dengan jumlah korban sebanyak 62 korban yang didominasi oleh anak-anak. 

Dengan rincian, 11 kasus pencabulan, 7 kasus persetubuhan, 4, kasus kekerasan fisik, 3 kasus inses (hubungan sedarah), 1 kasus KDRT dan 1 kasus tindak pidana perdagangan orang.

"Ya, untuk kasus kekerasan Perempuan dan anak tercatat ke kita mulai Januari hingga saat ini ada 28 kasus dengan total korban 62 orang yang didominasi anak-anak yang menjadi korban," ujarnya.

Ditambahkannya, bahwa angka kasus kekerasan perempuan dan anak ini tahun ini kemungkinan besar akan mengalami peningkatan, jika dibandingkan dengan kasus tahun sebelumnya yakni tahun 2022 yang hanya terdapat 29 kasus. Hal ini biasanya hingga akhir tahun nanti kasus ini akan bertambah.

"Kemungkinan besar kasus kekerasan perempuan dan anak tahun ini akan mengalami peningkatan, Karena saat ini saja sudah ada 28 kasus," terangnya.

Ia pun kembali menjelaskan, terkait dengan jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak yang memang didominasi oleh anak-anak ini. 

Dikarenakan dari 28 kasus terbanyak adalah kasus pencabulan yang berjumlah 11 kasus. Faktor penyebabnya sendiri dikarenakan tidak harmonisnya hubungan dalam keluarga (Broken Home) menjadi salah satu penyebab terbesar sehingga terjadinya asusila terhadap anak, baik itu kekerasan fisik, seksual hingga pencabulan.

"Broken Home ini salah satu penyebabnya. Ini membuat psikis anak terganggu dan mental anak menjadi rusak. Dan satu lagi disebabkan oleh penyalahgunaan media sosial. Yang menjadi faktor kasus pencabulan banyak terjadi," jelasnya.

Dalam upaya pencegahan sendiri, Mimid Sarmidin pun mengakui bahwa pihaknya telah berupaya dengan gencar melakukan sosialisasi serta pendampingan ke desa-desa hingga ke sekolah agar bisa menekan angka kekerasan pada perempuan dan anak. 

Pendampingan in, lanjutnya, bukan hanya pihaknya saja akan tetapi juga melibatkan stakeholder terkait lainnya, seperti pihak Kepolisian, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan hingga psikolog.

"Salah satunya dengan melakukan sosialisasi dan pendampingan ke tengah masyarakat hingga ke sekolah dengan melibatkan stake holder terkait," tukasnya.(127/prw)

Tag
Share