Harian Bengkulu Ekspress

102 Desa di Bengkulu Utara Tidak Terima DD Tahap II Non Earmark, Segini Jumlahnya

Kadis DPMD Bengkulu Utara, Rahmat Hidayat SSTP MSi --

Harianbengkuluekspress.id - Ribuan desa di seluruh Indonesia kini dibuat resah setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 17 September 2025. Aturan ini merupakan perubahan atas PMK Nomor 108 Tahun 2024 yang mengatur mekanisme pengalokasian Dana Desa (DD), penggunaan, serta penyalurannya pada tahun 2025.

Dampak kegelisahan tersebut turut dirasakan di Kabupaten Bengkulu Utara. Dari total 215 desa yang ada, sebanyak 102 desa tercatat belum atau berpotensi tidak menerima penyaluran Dana Desa Tahap II non Earmark. Kondisi ini memicu kekhawatiran para kepala desa, terutama karena dana tersebut sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan pembangunan serta layanan dasar yang direncanakan pada APBDes 2025.

Menurut data yang dihimpun, nilai Dana Desa non Earmark yang belum tersalurkan tersebut diperkirakan mencapai antara Rp12 miliar hingga Rp15 miliar. Angka yang tidak kecil ini dikhawatirkan akan menghambat sejumlah kegiatan prioritas desa apabila tidak segera ada kejelasan dari pemerintah pusat.

BACA JUGA: 2 ASN Diduga Selingkuh di Lebong Segera Dipanggil, Ini Sanksinya

BACA JUGA: Sekolah Garuda di Rejang Lebong Dibangun Tahun 2026, Segini Jumlah Anggarannya

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bengkulu Utara Rahmat SSTP MSi membenarkan kondisi tersebut. Ia menjelaskan, bahwa perubahan regulasi pada PMK 81/2025 membuat sejumlah desa harus menyesuaikan kembali dokumen administrasi dan ketentuan teknis sebagai syarat penyaluran Dana Desa tahap selanjutnya.

“Benar, dari 215 desa ada 102 desa yang belum masuk dalam penyaluran Dana Desa Tahap II non Earmark. Totalnya sekitar Rp12 sampai Rp15 miliar. Situasi ini terjadi akibat penyesuaian aturan baru berdasarkan PMK 81/2025,"ujarnya.

Rahmat menambahkan, bahwa sejak 17 September 2025 komponen Dana Desa non earmark secara resmi tidak lagi disalurkan secara nasional. Hal ini merupakan bagian dari kebijakan baru pemerintah pusat dalam pengendalian fiskal serta penataan prioritas penggunaan dana desa.

Ia menjelaskan, bahwa desa yang tidak memenuhi seluruh syarat penyaluran DD Tahap II hingga batas waktu yang ditentukan, otomatis kehilangan hak pencairan komponen non earmark—termasuk yang terjadi di Bengkulu Utara.

Dana desa non earmark selama ini merupakan komponen yang paling fleksibel karena dapat digunakan desa untuk program yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal, di luar prioritas yang ditetapkan pemerintah pusat. Sementara itu, dana desa earmark hanya dapat digunakan untuk kegiatan tertentu, seperti ketahanan pangan, penurunan kemiskinan ekstrem, dan program wajib lainnya. Dengan berhentinya pencairan non earmark, ruang gerak desa menjadi jauh lebih terbatas.

Berdasarkan ketentuan baru, dana non earmark yang tidak tersalurkan akan dialihkan untuk mendukung prioritas nasional serta stabilitas kebijakan fiskal. Pemerintah pusat menilai langkah ini penting untuk menjaga konsistensi belanja negara pada tahun berjalan.

Rahmat berharap, pemerintah desa di Bengkulu Utara segera melakukan revisi perencanaan agar kegiatan pembangunan tetap dapat berjalan, meski harus menyesuaikan diri dengan porsi dana earmark yang lebih ketat penggunaannya.

“Kami berharap desa segera menyesuaikan perencanaan anggaran agar program prioritas tetap terlaksana,” tukasnya.(afrizal)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan