BENGKULU, BE - Sidang pembelaan kasus pemotongan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu, tahun anggaran 2022 berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu, Senin (11/12).
Mantan Kepala Puskemas (Kapus) Pasar Ikan Kota Bengkulu, dr Raden Ajeng Yeni Warningsih selaku terdakwa menyampaikan pembelaan melalui kuasa hukumnya, Made Sukiade SH.
Ada beberapa poin yang disampaikan dalam pembelaan tersebut. Di antaranya, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak jelas, Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Ayat (1 ) huruf b Ayat (2), Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak terbukti.
Sebab, dalam kasus tersebut tidak ada kerugian negara. Dana BOK Rp 80 ribu per pegawai puskesmas, yang kemudian disaving Rp 30 ribu merupakan hak dari 39 pegawai puskesmas.
Menurut terdakwa, ia tidak menguasai, menikmati dana tersebut, karena sudah dibagikan kepada para pegawai.
"Ada banyak yang disampaikan dalam nota pembelaan, tetapi secara umum kami meminta majelis hakim objektif memberikan putusan pada klien kami. Memutuskan menolak dakwaan JPU seluruhnya, menyatakan klien kami tidak bersalah atas tuntutan yang diberikan JPU, kami minta klien kami bebas," jelas Made.
Dalam pembelaan tersebut, Made juga membantah beberapa tuduhan dalam dakwaan yang ditujukan pada kliennya. Seperti tuduhan menikmati uang dana saving Rp 16,5 juta.
Menurutnya, uang tersebut digunakan untuk kepentingan pegawai saat study banding ke puskesmas yang ada di Bali. Saat itu, ada 22 pegawai yang mengikuti study banding menggunakan dana pribadi. Karena tidak semua mampu menggunakan dana pribadi, berdasarkan kesepakatan akhirnya digunakan dana saving Rp 16,5 juta tersebut. Kemudian dana Rp 13 juta di dalam dakwaan dikatakan untuk renovasi ruang kepala puskesmas. Pernyataan itu tidak benar, karena uang Rp 13 juta digunakan untuk membeli lemari arsip. Itupun ditambah dengan dana pribadi terdakwa Rp 16 juta. Ada juga uang Rp 5,6 juta yang penggunaannya tidak jelas, padahal uang tersebut digunakan untuk membeli paket data beberapa pegawai yang melakukan input data. Semua yang disampaikan disertai bukti terlampir.
"Klien saya ini tidak melakukan korupsi. Dari awal penyidikan kasus ini seperti dipaksanakan naik ke persidangan. Untuk itu, kami minta kepada majelis hakim membebaskan klien kami dan pulihkan nama baik klien kami," imbuh Made.
Dalam pembelaan juga dijelaskan terkait dana BOK Rp 80 ribu yang sudah dibagikan seluruhnya kepada para pegawai mulai dari Triwulan I, II dan III selama tahun 2022.
Karena tahun 2019 pernah ada dana saving dan tidak ada masalah, kemudian diusulkan berlanjut tahun 2022. Dana saving dilanjutkan karena kesepakatan bersama, tidak ada yang menyampaikan keberatan saat rapat pada 2 Juli 2022 lalu.
Tetapi ada oknum pegawai yang tidak suka dengan terdakwa, memposting pemotongan BOK di media sosial dan berlanjut melaporkan ke Polda Bengkulu.
"Kenapa sampai terjadi masalah, karena ada oknum tidak bertanggung jawab melaporkan dan mencemarkan nama baik klien saya di media sosial. Pelapor itu zalim dan melakukan fitnah, pelapor tidak sadar bahwa dia juga menikmati dana BOK dan dia juga setuju dengan dana saving," tegas Made.
Atas pembelaan dari terdakwa, JPU akan mengajukan replik. Majelis Hakim yang diketuai oleh Dwi Purwanti SH memutuskan melanjutkan sidang pada Rabu (13/12) besok. Terkait tuntutan 4 tahun penjara padahal nilai kerugian yang sangat kecil, ditanggapi oleh Aspidsus Kejati Bengkulu, Suwarsono SH MH.
Menurutnya, tuntutan 4 tahun penjara sudah sesuai dengan pasal 12 seperti yang didakwakan kepada terdakwa. Di dalam pasal tersebut disebutkan pidana minimal adalah 4 tahun.