Produksi Sawit di BS Merosot, Harga Jual Melambung, Segini Harganya Saat Ini
Terlihat seorang petani BS yang menunjukan TBS kelapa sawit yang siap dipanen.-RENALD/BE -
harianbengkuluekspress.id – Petani kelapa sawit di Kabupaten Bengkulu Selatan (BS) masih harus menghadapi ujian berat meski musim kemarau yang panjang telah berlalu. Curah hujan yang mulai mengguyur wilayah ini belum mampu mengembalikan hasil panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit ke kondisi normal. Sebab hingga kini, hasil panen masih mengalami penurunan hingga 30 persen membuat banyak petani harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Irianjoni (48), seorang petani sawit asal Desa Tungal 1 Kecamatan Pino Raya BS mengungkapkan, bagaimana kemarau panjang beberapa bulan lalu telah menggerus produktivitas lahannya yang mencapai tiga hektar.
Biasanya lahan ini mampu menghasilkan dua ton sawit dalam satu kali panen. Namun belakangan hasil yang diperoleh hanya mencapai sekitar 1,2 ton.
"Buah sawit setelah kemarau ini banyak yang kurus, bunga untuk membentuk buah pun sangat minim. Bahkan meskipun sudah kami pupuk, hasilnya tetap tidak maksimal karena saat kemarau, kadar air tanah sangat rendah," kata Irianjoni, Jumat 13 Desember 2024.
BACA JUGA:Sambut HAB, Kemenag Kaur Gelar Berbagai Lomba, Ini Waktu Pelaksanaannya
BACA JUGA:APBD BS 2025 Fokus untuk Dua Bidang Ini
Ia menyebutkan, kondisi ini membuat para petani hanya bisa pasrah sembari berharap curah hujan yang kini mulai meningkat dapat membawa perubahan dalam beberapa bulan ke depan. Selain itu, tanaman sawit juga membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih. Banyak pohon yang terlihat tidak berkembang dan bahkan tidak menghasilkan buah sama sekali.
"Kami rasa ini bukan perbaikan yang cepat. Setidaknya beberapa musim panen ke depan mungkin masih akan terasa dampaknya," imbuhnya.
Namun di tengah penurunan hasil panen yang memprihatinkan, ada secercah harapan dari sisi harga jual. Susanto (49), petani lainnya menyebutkan, bahwa harga TBS sawit kini mulai membaik. Saat ini, harga di tingkat pengepul mencapai Rp 2.560 per kilogram, sementara harga berondolan dihargai Rp 2.800 per kilogram.
"Alhamdulillah, meskipun hasil panen turun, harga jualnya sekarang sudah kembali normal. Artinya, meskipun hasilnya lebih sedikit, penghasilan kami sedikit terbantu dengan harga yang lebih tinggi ini," kata Susanto.
Petani sawit lainnya Bambang menambahkan, namun demikian tantangan lain muncul. Tidak semua petani dapat menikmati harga lebih tinggi yang ditawarkan oleh pabrik pengolahan kelapa sawit, lantaran keterbatasan alat transportasi.
"Harga di pabrik memang lebih tinggi, tetapi masalahnya tidak semua petani punya kendaraan seperti mobil pikap atau motor roda tiga untuk mengangkut hasil panen ke sana. Jadi, mau tidak mau, kami menjual ke pengepul saja," ujar Bambang.
Para petani berharap pemerintah daerah dapat memberikan perhatian khusus terhadap kondisi ini, baik melalui bantuan alat transportasi maupun program pemulihan produktivitas sawit pasca kemarau.
"Kondisi ini berat bagi kami. Kami hanya bisa berharap ke depan, hujan yang sudah mulai turun akan membawa berkah dan sawit kami bisa kembali normal," tutupnya dengan nada penuh harap. (renald)