Harianbengkuluekspress.id - Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bengkulu terus mendukung produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang berorientasi pada kegiatan ekspor. Hal ini dilakukan karena banyak produk UMKM seperti makanan dan minuman yang belum di ekspor ke luar negeri.
Kepala Disperindag Provinsi Bengkulu, Ir Foritha Ramadhani Wati mengatakan, banyak produk makanan dan minuman yang diproduksi oleh pelaku UMKM di Bengkulu belum diekspor. Padahal produk-produk tersebut telah layak untuk dijual ke pasar luar negeri.
"Kita sangat menyayangkan masih banyak produk UMKM di Bengkulu yang belum diekspor ke luar negeri," kata Foritha, Kamis, 19 September 2024.
Oleh karena itu, ia mengaku telah membina sebanyak puluhan pelaku UMKM di Bengkulu untuk menghasilkan produk berkualitas ekspor seperti kopi Bengkulu, sirup kalamansi, hingga keripik pisang.
BACA JUGA:Formasi CPNS Berpeluang Bertambah, Segini Jumlahnya
BACA JUGA:Data Statistik untuk Pengentasan Kemiskinan, Menuju Indonesia Emas 2045
Produk-produk tersebut saat ini sangat diminati oleh pembeli baik dari dalam negeri dan luar negeri.
"Kita berharap produk-produk tersebut bisa menembus pasar ekspor," tuturnya.
Di sisi lain, Perwakilan Bea Cukai Bengkulu, Agus Praminto mengatakan, masih minimnya kegiatan ekspor produk UMKM di daerah disebabkan biaya pengiriman yang cukup mahal.
Selain itu, rata-rata pelaku UMKM di daerah juga belum bisa menjual produknya dalam jumlah banyak. Sehingga biaya pengiriman ekspor menjadi lebih mahal.
Padahal, Bea Cukai Bengkulu telah berkoordinasi dengan salah satu maskapai penerbangan. Mereka setuju menurunkan biaya pengiriman produk UMKM ke luar negeri, akan tetapi jumlah produk yang dikirimkan tidak bisa sedikit.
"Kalau produk yang dikirim sedikit, tentu saja ongkos kirimnya jadi lebih mahal," tuturnya.
Ia mengaku, perlu aggregator atau pengumpul untuk para UMKM melakukan ekspor. Jadi para UMKM yang mau ekspor bisa sekaligus berbarengan, tidak dilakukan sendiri-sendiri yang membuat biaya logistik mahal.
"Butuh aggregator sehingga pengiriman barang ke sana, tidak per orang tapi per kontainer. Di bawah 1 ton itu mahal pengirimannya. Sama seperti impor borongan lah jadi di sana ditaruh barengan, sehingga satu kontainer bisa beberapa pengimpor," paparnya.
Ia menjelaskan, pelaku UMKM di Tiongkok jika melakukan ekspor pasti dikenakan tarif murah. Hal tersebut dapat terjadi karena negara tersebut mengirim produk UMKM dalam jumlah besar.