Harianbengkuluekspress.id, - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Bengkulu mengeluhkan maraknya pabrik pengolah tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Bengkulu, tidak memiliki areal perkebunan. Hal tersebut tentu saja berpengaruh terhadap harga TBS kelapa sawit di Bengkulu.
Ketua Apkasindo Bengkulu, A Jakfar menilai, keberadaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Bengkulu tanpa kebun bisa mengganggu tata niaga kelapa sawit. Bahkan hal tersebut bisa menyebabkan harga TBS sawit menjadi tidak terkendali, karena tidak ada patokan.
"Harga tidak terkendali bisa berdampak negatif bagi pekebun sawit. Itu harus menjadi perhatian bersama agar semua berjalan seimbang," kata Jakfar, Minggu 6 Oktober 2024.
Ia mengaku, saat ini terdapat sekitar 18 pabrik di Bengkulu yang tidak memiliki kebun. Pabrik-pabrik tersebut tersebar di wilayah kabupaten di Bengkulu.
BACA JUGA:Dorong Desa Digital, Ini Manfaat yang Didapat Menurut Kepala Dinas PMD Provinsi Bengkulu
BACA JUGA:Hasil Panen Meningkat, Harga Gabah Menurun, Ini Penyebabnya
"Kita minta pabrik-pabrik tersebut ditertibkan, karena syarat pendirian pabrik itu ada dua pertama harus memiliki kebun dan kedua wajib bermitra dengan petani kelapa sawit," tutur Jakfar.
Ia menjelaskan, selama ini penyebab beroperasinya PKS tanpa kebun di Bengkulu karena banyak PKS yang memiliki kebun tidak ingin menyerap TBS milik petani dalam jumlah besar. Kemudian PKS pemilik kebun juga ada yang tidak menerima TBS petani swadaya maupun plasma.
"Untuk sementara PKS tanpa kebun bisa menjadi solusi tempat menjual TBS petani, namun tidak boleh dibiarkan terlalu lama ," jelasnya.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu, M Rizon SHut MSi mengatakan, kehadiran PKS tanpa kebun pada awalnya diperkenankan dan telah membantu menyerap TBS milik pekebun. Namun dalam perkembangannya ada aturan yang mengharuskan mereka memiliki kebun sendiri.
BACA JUGA:PKJK Protes Galian C di Sungai Kedurang, Khawatirkan Kejadian Ini
"Peraturan yang ada saat ini PKS tanpa kebun disyaratkan untuk memiliki kebun sendiri yang mampu memasok pabrik minimal 20 persen. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi dalam hal penerapan kebijakan yang ada," kata Rizon.
Saat ini terdapat sekitar puluhan PKS tanpa kebun di Bengkulu. PKS tersebut tersebar di beberapa daerah, antara lain Kabupaten Mukomuko, Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, Seluma, dan Bengkulu Selatan. Menurutnya, beberapa di antara pabrik ini telah berupaya memenuhi persyaratan tersebut. Dalam hal ini, maka peran pemerintah kabupaten sangat penting dalam mengawal kemajuan yang dilakukan oleh PKS tanpa kebun tersebut. Kehadiran PKS tanpa kebun di satu sisi telah memberikan pasar bagi petani ataupun pekebun sawit.
"Meski begitu, kehadiran PKS tanpa kebun berpotensi mengganggu pasar bahkan berpotensi mengarah pada bentuk persaingan tidak sehat karena telah mengakibatkan terganggunya pasokan bahan baku bagi PKS yang memiliki kebun," tutupnya. (Rewa Yoke)