Adu Kuat KPU vs Pemkab Kepahiang, Sama-sama Ngotot Soal Dana Pilkada

Komisioner KPU Kepahiang, Indra, SE--

 

Bawaslu Ikut Menolak

 

Ternyata bukan hanya Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kepahiang saja yang keberatan terkait dana hibah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kepahiang juga keberatan. 

Bawaslu Kepahiang siap untuk menolak Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dari Pemkab Kepahiang, jika memang KPU Kepahiang melakukan penolakan. 

Karena pengawasan yang dilakukan Bawaslu Kepahiang sesuai dengan tahapan yang dijalankan KPU Kepahiang. Kalau misalnya, tidak ada tahapan yang dijalankan, artinya pengawasan juga tidak akan dilakukan. 

Ketua Bawaslu Kepahiang, Mirzan Pranoto Hidayat SSos mengatakan, untuk Bawaslu Kepahiang prinsipnya sama dengan KPU Kepahiang. 

Pihaknya masih tetap bertahan diangka Rp 7,5 miliar, karena angka tersebut setelah dilakukan rasionalisasi seminim mungkin dengan Kesbangpol Kepahiang sebelumnya. 

"Kalau belum ada kesepakatan, kita juga siap untuk menolak. Kita prinsipnya sama dengan KPU Kepahiang, karena sesuai dengan kebutuhan Pilkada serta kesepakatan dengan Kesbangpol, hibah Pilkada diangka Rp 7,5 miliar. Kita juga berharap dari Rp 6 miliar yang sekarang diakomodir bisa adanya pembahasan lagi sehingga bisa diakomodir Rp 7,5 miliar," kata Mirzan. 

Menurut Mirzan, jika memang KPU Kepahiang sepakat untuk tidak menerima NPHD, pihaknya dari Bawaslu Kepahiang juga demikian. Karena jika adanya kegiatan, Bawaslu Kepahiang melakukan pengawasan. 

Sebaliknya, jika tidak ada kegiatan Pilkada, Bawaslu Kepahiang dipastikan tidak ada pengawasan. 

"Sekarang intinya kita tetap bertahan diangka Rp 7,5 miliar, jika memang KPU menolak maka kita juga demikian. Karena tahapan yang kita jalankan, sesuai dengan tahapan yang dijalankan KPU kepahiang terkait pengawasannya," sampai Mirzan. 

Dirinya juga menjelaskan, awalnya pihaknya mengajukan hibah Pilkada diangka Rp 10 miliar. Dalam perjalanan dilakukan rasionalisasi bersama Kesbangpol Kepahiang sehingga timbul angka Rp 7,5 miliar, terakhir diturunkan lagi menjadi Rp 6 miliar. 

"Rasionalisasi dari Rp 10 miliar menjadi Rp 7,5 miliar itu sudah dilakukan rasionalisasi seminim mungkin. Tapi ternyata tanpa sepengetahuan kita turun lagi ke Rp 6 miliar. Sekarang kita minta ada pembahasan lanjutan dan angka Rp 7,5 bisa diakomodir dan bukan Rp 6 miliar," demikian Mirzan. 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan