Ia menambahkan, "Pengennya kita itu, kalau bisa yang masak itu kita percayakan kepada kader. Distribusinya itu dibantu oleh pemerintah desa, termasuk dana. Kalau mengandalkan anggaran DAK, cuma Rp 21 ribu per porsi, takut gak cukup. Sementara makanan tambahan harus jenis makanan lokal yang kaya akan gizi. Ada kolaborasi antara lembaga, gitu maunya,"terang Jajad.
Jajad berharap pihak berwenang seperti Inspektorat dapat memberikan solusi untuk menyederhanakan teknis pengadaan makanan tambahan ini. Jika tidak ada perubahan, ia khawatir program ini tidak akan berjalan dan anggaran DAK non fisik untuk PMT tidak terserap.
"Kalau soal teknis ini tidak ada solusi, bisa-bisa DAK non fisik untuk program PMT ini tidak terserap," pungkas Jajad.
Masyarakat berharap agar program ini dapat segera berjalan dengan lancar demi menangani masalah stunting yang masih menjadi tantangan di Kabupaten Mukomuko.
Program ini bukan hanya sekedar distribusi makanan tambahan, tetapi juga sebuah langkah penting dalam memastikan generasi muda Mukomuko tumbuh sehat dan kuat.
Keberhasilan program ini akan menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi dan koordinasi antara lembaga dapat menghasilkan perubahan positif dalam masyarakat.
Dengan harapan yang besar dan semangat untuk terus berjuang, Dinas Kesehatan Kabupaten Mukomuko bersama pihak terkait lainnya berusaha menemukan solusi terbaik.
BACA JUGA:Produksi Padi Dibawah Target, Ini Keterangan Kepala Dinas TPHP Kota Bengkulu
BACA JUGA:Deadline Inovasi Daerah 5 Hari, Ini Imbauan Pj Sekda Pemkot Bengkulu pada OPD
Mereka berharap agar program PMT ini segera bisa dijalankan demi kesejahteraan dan kesehatan anak-anak di Mukomuko.
Semoga langkah-langkah yang diambil dapat memberikan hasil yang diharapkan, serta menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam mengatasi masalah serupa. (end)