Pupuk Mahal Ganggu PSR, Ini Sebabnya

Rabu 14 Aug 2024 - 22:01 WIB
Reporter : Rewa
Editor : Haijir

Harianbengkuluekspress.id - Petani sawit mengeluhkan mahalnya harga pupuk non subsidi beberapa bulan terakhir.

Sehingga berpotensi mengganggu pelaksanaan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Bengkulu. Sebab akan membuat petani kesulitan untuk mengelola biaya input produksi.

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Bengkulu, Jakfar mengatakan, mahalnya harga pupuk non subsidi akan mengganggu program PSR di Bengkulu.

Karena akan membuat rancangan anggaran biaya selama mengikuti program PSR menjadi semakin besar.

BACA JUGA:PAN dan PKS Jabat Pimpinan Sementara DPRD Kota

BACA JUGA:Pelantikan Kadinkes Molor, Ini Penyebabnya

"Petani yang sedang mengikuti program PSR pasti akan mengalami biaya yang mahal, karena anggaran biaya dari mulai penanaman, perawatan tahun pertama sampai tahun ke 3 akan lebih tinggi karena harga pupuk," kata Jakfar, Rabu 14 Agustus 2024.

Ia mengaku, setiap petani sawit sebelum ikut PSR sudah membuat rencana detail biaya yang harus dikeluarkan. Namun, melihat kenaikan harga pupuk yang semakin tinggi, membuat rencana biaya tersebut lebih tinggi dibandingkan perkiraan mereka.

"Banyak petani saat ini kesulitan membeli pupuk non subsidi, sementara biaya bantuan PSR hanya Rp 30 juta per hektar dari BPDPKS (badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit) bisa habis hanya untuk beli pupuk saja," tuturnya.

BACA JUGA:Pilgub Bengkulu: 3 Parpol Belum Tentukan Dukungan, Rohidin - Meriani Kantongi 15 Kursi, Helmi - Mian 20 Kursi

Ia menjelaskan, perkiraan belanja pupuk saat ini mencapai Rp 30 juta per hektar, dimana sebelumnya hanya Rp 11,2 juta saja. Jika di rinci per item kegiatan PSR, kenaikan biaya PSR dari RAB sebelumnya dengan kondisi sekarang untuk belanja pupuk mencapai hampir 80 persen.

"Kenaikan tersebut tentu cukup berat bagi petani di Bengkulu, makanya kita harap BPDPKS bisa menaikkan bantuan PSR tahun ini," tuturnya.

Selain itu, menurutnya, jika dosis pupuk per tanaman sawit dikurangi dan disesuaikan dengan anggaran. Imbasnya, akan terjadi dua kemungkinan, pertama tanaman akan merana dan kedua petani akan menjadi sasaran saat audit oleh BPK atau saat monev dan semua ini akan berujung ke APH (aparat penegak hukum).

BACA JUGA:Data Warga Miskin, Dinsos Lakukan Kunjungan Rumah

"Untuk itu, petani meminta agar mahalnya harga pupuk bisa dicarikan solusi, kalau tidak bisa disubsidi ya dana bantuan untuk PSR dinaikkan, jangan sampai itu hanya menambah derita bagi petani sawit," tuturnya.

Kategori :