Harianbengkuluekspress.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu mengimbau Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) untuk lebih ketat mengawasi kampanye pasangan calon (Paslon) kepala daerah yang dilakukan melalui media sosial (Medsos).
Langkah ini dinilai penting untuk mencegah penyebaran kampanye hitam, terutama yang mengandung isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).
Ketua KPU Provinsi Bengkulu, Rusman Sudarsono SE menegaskan, media sosial sebagai sarana kampanye tidak masuk dalam regulasi jurnalistik yang diatur langsung oleh KPU. Sehingga perlu pengawasan yang lebih ketat.
"Medsos ini tidak masuk ke dalam Dewan Pers. Oleh karena itu, kami minta Bawaslu untuk mengawasi konten kampanye Paslon yang berpotensi mengandung SARA," tegas Rusman, Sabtu, 12 Oktober 2024.
BACA JUGA:3 ASN Lebong Mangkir Panggilan Bawaslu Bergulir ke BKN
BACA JUGA:Siap Angkat Martabat Bengkulu Tingkat Nasional, Sultan Pulang Bengkulu Disambut Antusias
Rusman juga menyampaikan bahwa Medsos memang diperbolehkan sebagai wadah kampanye selama masa kampanye, namun penggunaannya harus tetap sesuai aturan.
"Akun yang digunakan untuk kampanye harus didaftarkan secara resmi ke KPU dan Bawaslu, sehingga aktivitasnya bisa dipantau secara ketat," ujarnya lebih lanjut.
Rusman menjelaskan bahwa penggunaan Medsos untuk kampanye tidak diperbolehkan saat masa tenang.
"Kampanye hanya diperbolehkan sampai dengan masa tenang. Setelah itu, semua aktivitas kampanye di media sosial harus dihentikan," tambahnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap iklan kampanye berbayar di media sosial. Iklan yang bersponsor hanya diperbolehkan dipasang dalam periode tertentu.
"Terkait iklan di media sosial seperti bersponsor, itu hanya boleh dipasang 14 hari sebelum masa tenang," katanya.
Masa kampanye untuk Paslon kepala daerah di Provinsi Bengkulu telah resmi ditetapkan oleh KPU, yaitu mulai dari tanggal 25 September hingga 23 November 2024.
Dalam masa ini, Paslon memiliki kesempatan untuk melakukan sosialisasi program mereka kepada masyarakat.
Namun, meski kampanye di media sosial diperbolehkan, ada kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan platform tersebut. Konten-konten yang mengandung isu SARA atau yang dapat memecah belah masyarakat menjadi perhatian utama.