KOTA MANNA, BE - Kepala Bappeda Litbang Kabupaten Bengkulu Selatan (BS), Fikri Aljauhari SSTP MM menyampaikan, berdasarkan laporan Bappenas, pemenuhan kebutuhan daging merah secara nasional masih sangat jauh dari target. Bahkan dari 800 sampai dengan 900 ribu ton kebutuhan daging merah per tahun, Indonesia hanya mampu menyuplai secara mandiri dari para peternak sebesar 40%.
Fikri mengatakan, pasokan daging merah selebihnya diperoleh Indonesia dengan cara mengimpor dari beberapa negara tetangga seperti Australia, New Zealand, Selandia Baru, India dan dari beberapa negara di kawasan benua Eropa. Dalam upaya mengatasi hal tersebut Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) BS melakukan Desiminasi Inovasi Penumbuhan Kampung Ternak Intensif Terpadu (Paten Terpadu) . Salah satunya yang telah dilakukan pada peternak sapi yang ada di Desa Tanggo Raso Kecamatan Pino Raya.
“Maka dari itu, sangatlah dibutuhkan upaya-upaya melalui inovasi di bidang peternakan. Upaya tersebut ditujukan agar kebutuhan daging di masyarakat bisa disuplai mandiri dari dalam negeri, khususnya di BS,” ujar Fikri kepada BE, Jumat (24/11).
Lebih lanjut Fikri menerangkan, inovasi Pemkab BS, yaitu Paten Terpadu dirintis untuk mendongkrak produktivitas peternakan. Peternakan di BS memang memiliki potensi yang baik dan cukup menjanjikan. Namun pada inovasi tersebut perlu ada perubahan pola beternak konvensional yang tekah dilakukan di masyarakat.
“Perubahan tersebut yaitu pola beternak liar menjadi pola beternak modern yang dikandangkan dengan intensif serta dengan dukungan teknologi peternakan. Kami sampaikan kepada masyarakat tentang bagaimana cara beternak yang inovatif, walaupun dengan segala keterbatasan,” terangnya.
Fikri berharap, melalui inovasi Paten Terpadu yang disosialisasikan dapat dikenal dan diterapkan para kelompok-kelompok peternak di BS. Dengan inovasi yang diterapkan potensi peternakan lokal di BS dalam memenuhi kebutuhan daging merah, yaitu dari para peternak sapi.
“Jadi kita lakukan inovasi ini untuk kemajuan dunia peternakan lokal di BS, sehingga para peternak kita dapat lebih maju. Sebab Paten Terpadu menawarkan manajemen ternak yang baik dan perencanaan yang matang. Pola beternak yang diubah secara intensif untuk memberikan banyak keuntungan terutama dalam mengelola dan mengoptimalkan produktivitas hewan,” harapnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) BS, Sukarni SP MSi memberikan tanggapan senada dengan Kepala Bappeda Litbang mengatakan, bahwa BS memiliki potensi di sektor peternakan. Bahkan bukanya hanya itu, BS juga memiliki potensi pertanian, perkebunan dan perikanan yang sudah seharunya dikembangkan, khususnya pada sektor peternakan. Melalui inovasi Paten Terpadu, peternak dapat mengontrol suhu, kelembaban, ventilasi, dan kondisi lainnya untuk menciptakan lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan dan kesehatan hewan.
“Dengan kandang, pemeliharaan hewan seperti pemberian pakan, pengendalian penyakit, dan pengelolaan kotoran dapat dilakukan lebih efisien. Bahkan sisa metabolisme ternak bisa dijadikan pupuk organik,” kata Sekda.
Sekda juga menyampaikan, sektor peternakan menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat BS. Meskipun, pola beternaknya dilakukan secara konvensional atau beternak liar. Tetapi pola beternak yang diliarkan sudah tidak relevan diterapkan saat ini. Bahkan yang seharusnya menjadi potensi, justru akan menimbulkan masalah baru dengan hewan ternak yang diliarkan.
“Hewan ternak yang dilepas liarkan tanpa pengawasan dapat merusak tanaman pertanian. Mereka mungkin memakan tanaman yang ditanam oleh petani yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi dan pangan,” sampainya.
Sukarni juga mengungkapkan sistem penggembalaan bebas dapat mengancam kesehatan hewan ternak, karena dapat terinfeksi penyakit dan berpotensi besar menyebarkannya, baik antara hewan atau mungkin ke manusia. Bahkan tidak jarang ternak yang diliarkan juga dapat menyebabkan konflik dengan manusia.
“Hewan ternak yang diliarkan mungkin merusak properti, menciptakan risiko lalu lintas atau menyebabkan konflik dengan penduduk,” ungkapnya.
Bahkan ia menambahkan, hewan ternak yang dilepas liarkan akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan sumber pangan dan air yang memadai. Sehingga melepas liarkan hewan ternak dapat menimbulkan potensi munculnya masalah kesehatan dan kelaparan yang baru.
“Jadi mengandangkan hewan ternak dengan inovasi yang dilakukan banyak memberikan manfaat bagi para peternak, masyarakat dan menghindari terjadinya konflik,” pungkasnya. (117)