Harianbengkuluekspress.id- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus meningkatkan layanan kesehatan jiwa di Indonesia secara bertahap melalui Pusat Layanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Mulai tahun 2025, Kemenkes menargetkan 50 persen puskesmas di Indonesia untuk menyediakan layanan kesehatan jiwa.
Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi, mengungkapkan bahwa saat ini baru sekitar 40 persen puskesmas yang menyediakan layanan Kesehatan jiwa. Layanan tersebu distribusinya masih belum merata di seluruh Indonesia.
"Jadi, diharapkan setidaknya di satu wilayah perkotaan ada lima puskesmas yang dapat menyediakan layanan kesehatan jiwa,” ujar Imran,
Ia juga menegaskan bahwa setelah mencapai target 50 persen pada tahun 2025, Kementerian Kesehatan berencana untuk meningkatkannya menjadi 70 persen pada tahun 2026.
BACA JUGA:Heboh, Remaja Di Bogor Kelaminnya Berubah Jadi Laki-laki, Orang Tua Ungkap Begini
BACA JUGA:Pendaftaran Pendamping Desa 2025 Sudah Dibuka, Berikut Cara Daftar dan Besaran Gajinya
Menurut Imran, ada beberapa tantangan untuk mencapai target ini. Salah satunya adalah terbatasnya jumlah dokter spesialis seperti psikolog dan psikiater.
Sekitar 60-70% psikolog dan psikiater terkonsentrasi di Jakarta, dan di beberapa daerah terpencil hanya ada satu psikolog. Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Kesehatan juga berupaya membangun kapasitas masyarakat untuk memberikan pertolongan pertama dalam inisiatif Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis (P3LP).
P3LP mental mirip dengan program pertolongan pertama untuk masalah medis dan diharapkan menjadi langkah awal untuk mengatasi masalah kesehatan mental rutin sebelum pasien menerima perawatan khusus.
Selain itu, Kementerian Kesehatan menghadapi tantangan terkait akses terhadap obat-obatan di pusat-pusat kesehatan setempat.
Imran menambahkan bahwa ada lima obat yang harus tersedia di Puskesmas, termasuk haloperidol decanoate, pengobatan skizofrenia dengan efek jangka panjang.
Untuk memastikan ketersediaan obat-obatan ini, Kementerian Kesehatan telah mengirimkan surat kepada kepala puskesmas di seluruh Indonesia, meminta mereka untuk mengalokasikan anggaran untuk pengadaan obat-obatan yang dibutuhkan.(**)