Harianbengkuluekspress.id - Pengadilan Agama Bengkulu mencatat angka perceraian yang meningkat signifikan dalam setahun terakhir. Tercatat ada sebanyak 899 kasus perceraian. Terdiri dari 213 cerai talak yang diajukan oleh suami dan 686 cerai gugat yang diajukan oleh istri.
Faktor utama pemicu perceraian meliputi masalah ekonomi, perselingkuhan, hingga tren judi online yang merusak keharmonisan rumah tangga Hakim Pengadilan Agama Bengkulu, HM Sahri SH MH.menyebutkan, ''Jumlah perceraian pada 2025 ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Mayoritas gugatan perceraian diajukan oleh istri. Hal ini menunjukkan adanya tekanan dan ketidakpuasan yang dirasakan oleh pihak perempuan dalam rumah tangga,” ujar Sahri.
Menurut Sahri, alasan utama yang sering muncul dalam kasus perceraian di Bengkulu, masalah ekonomi. Permasalahan nafkah yang tidak terpenuhi sering kali memicu perselisihan dalam rumah tangga. Perselisihan ini sesuai dengan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, yang mengatur adanya perselisihan dan pertengkaran terus-menerus bisa menjadi alasan perceraian. Selain itu, faktor perselingkuhan, khususnya oleh pihak laki-laki, turut menjadi pemicu utama perceraian.
“Kurangnya tanggung jawab dalam keluarga, termasuk tren judi online, kebiasaan mabuk-mabukan, penggunaan narkoba, hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), menjadi alasan yang sering disampaikan oleh para istri,” ungkap Sahri.
BACA JUGA:2 SPBU Jamin Ketersediaan BBM di BU, Segini Jumlahnya
Sebagai bagian dari proses hukum, Pengadilan Agama Bengkulu menerapkan mediasi sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2016. Dalam mediasi ini, kedua belah pihak diberikan kesempatan untuk mencari solusi damai.
“Jika suami dan istri hadir di persidangan, hakim wajib menunda sidang untuk memberikan kesempatan mediasi. Kami juga memiliki mediator non-hakim yang berperan memberikan nasihat dan upaya perdamaian kepada pasangan yang berseteru,” ujar Sahri.
Namun, keberhasilan mediasi masih tergolong rendah. Dari total 899 kasus, hanya sekitar 7% pasangan yang berhasil rujuk dan membatalkan gugatan cerai.
“Faktor penentu keberhasilan mediasi sangat bergantung pada itikad baik kedua belah pihak, kepedulian terhadap anak-anak, serta kemampuan mediator berbicara dari hati ke hati,” ucap Sahri.
BACA JUGA:Waspadai Pohon Tumbang di Kepahiang, Ini Lokasinya
Sahri juga menyoroti dampak perceraian terhadap anak. Anak-anak sering menjadi korban dari perceraian. Mereka harus menghadapi perubahan besar dalam hidupnya, yang dapat memengaruhi perkembangan emosional dan psikologis mereka.
Oleh karena itu, mediasi menjadi salah satu cara untuk meminimalkan dampak negatif perceraian.
“Kami selalu mendorong pasangan untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka, terutama jika sudah memiliki anak. Sebab, anak-anak tidak berdosa, tetapi mereka sering kali harus menanggung beban dari konflik orang tua,” ujar Sahri.
Sebagai penutup, Sahri memberikan tips agar pernikahan tetap langgeng dan harmonis.