Hal ini karena dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Para pemohon, Raymond Kamil dan Indra Sharputra, menginginkan agar pendidikan agama tidak dimaknai sebagai pendidikan yang eksklusif untuk agama tertentu. Namun, dimaknai sebagai pendidikan tentang semua agama, kepercayaan, dan adat istiadat, yang merupakan kajian ilmiah. Para pemohon tidak menganut agama atau aliran kepercayaan.
" Pilihan untuk dikecualikan dari pendidikan agama juga tidak dapat dibenarkan tanpa alasan yang kuat, ".
Mahkamah Konstitusi juga menilai penafsiran pasal yang diujikan tidak tepat. Dengan demikian, dalil-dalil yang diajukan oleh para pemohon terkait penyelenggaraan pendidikan agama ditolak oleh MK karena tidak beralasan menurut hukum.(**)