BENGKULU, BE - Gubernur Bengkulu Prof H Rohidin Mersyah akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah itu, untuk mencari solusi terkait persoalan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Hululais Unit 1 & 2 (2x55 MW) Lebong yang terhenti sejak 2020 lalu.
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengatakan, pihaknya bersama pihak terkait akan berkonsultasi dengan Deputi Pencegahan KPK terkait permasalahan regulasi Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 54 Tahun 2012.
"Kami (akan) konsultasi dengan Deputi Pencegahan KPK, Korsupgahnya, seperti apa solusinya. Karena Kementerian Lembaga yang mengeluarkan regulasi mereka berpegang teguh pada regulasi yang ada," terang Rohidin usai menerima audiensi bersama Project Manager PGE (Pertamina Geothermal Energi) Hululais di Gedung Daerah Provinsi Bengkulu, Jumat, 22 Desember 2023.
Dijelaskannya, pembangunan PLTP Hululais memiliki nilai investasi yang cukup besar. Investasinya mencapai triliunan rupiah. Selain itu, pembangunan sumur uap untuk PLTP Hululais juga telah selesai dan siap difungsikan. Namun, pembangunan instalasi pembangkit terhambat akibat regulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
"Kita dorong keberlanjutan investasi PGE Hululais Lebong yang investasinya kita tau sudah triliunan. Kemudian dari sisi pembangunan sumur uap, energinya sudah selesai dan siap difungsikan, tinggal instalasi pembangkit dan instalasi pembangkit ini terkait regulasi TKDN Permenperin Nomor 54 Tahun 2012," tambahnya.
Rohidin mengatakan, persoalan tersebut dirinya bersama PGE sudah melakukan roadshow dan koordinasi dengan pemerintah pusat seperti Menko marinves, Menko ESDM, dan Menteri Perindustrian. Bahkan, pihaknya juga menyampaikan kendala tersebut kepada Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerja ke Bengkulu pada Desember 2022 lalu.
"Bahkan kedatangan pak presiden ke Bengkulu kita sampaikan kendala yang ada. Karena ditingkat investor kesulitan untuk mematuhi TKDN," ujar Rohidin.
Sementara itu, Project Manager PGE Hululais Edy Sudarmadi menjelaskan, PLTP Hululais Unit 1 & 2 (2x55 MW) Lebong memang telah terhenti sejak 2020 lalu. Hal ini disebabkan oleh adanya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 54 Tahun 2012 yang mengatur tentang TKDN sebesar 30 persen untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan.
"Disitu memang agak sulit kami di industri untuk angka threshold, aturan TKDN itu 30 persen. Misal begini, untuk aturan TKDN kontraknya 100 maka 33 rupiahnya itu harus dari dalam negeri," terang Edy.
Edy mengatakan, bahwa komponen yang kesulitan dalam pemenuhan TKDN adalah untuk instalasi atau mesin pembangkit listriknya. Hal ini dikarenakan komponen tersebut tidak ada yang diproduksi dalam negeri untuk kapasitas 2x55 MW.
"Sehingga mau tidak mau harus impor. Kalau impor terhambat aturan TKDN tersebut," tuturnya.
Edy menyebut, jika tidak ada kendala, PLTP di Hululais dapat beroperasi di tahun 2025. Namun, jika masih terkendala, maka dapat lebih lama lagi. Terlebih infrastruktur sumur uap telah siap 2x55 megawatt dan tinggal pengadaan instalasi pembangkit listriknya saja.
"Kami sudah ngebor dan sudah siap untuk uap 110 Megawatt itu sudah siap, tinggal membangun pembangkit dan nanti sudah bisa masuk ke jaringan. Paling tidak project ini bisa jalan dan bermanfaat bagi daerah, karena inikan energi panas bumi," tutupnya. (151)