Pembatasan Masa Jabatan Kepala Daerah : Antara Realita VS Syahwat Berkuasa

Arie Elcaputera, Pembatasan Masa Jabatan Kepala Daerah : Antara Realita VS Syahwat Berkuasa -Eko/ Bengkulu Ekspress-

Putusan ini, kemudian dipertegas oleh MK pada Putusan MK Nomor: 22/PUU-VII/2009, yang menyatakan

“Hitungan masa jabatan tidak terhalang oleh berlakunya dua undang-undang yang berbeda” atau 2 (dua) rezim peraturan yang berbeda yaitu sebelum dan sesudah era reformasi baik melalui pemilihan di DPRD maupun Secara Langsung. Kemudian untuk hitungan masa jabatan dimaknai dengan “Setengah masa jabatan atau lebih dihitung sebagai satu kali masa jabatan”, artinya masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan. Dalam putusan ini juga MK mendasarkan argumen pada bingkai konstitusi (UUD 1945) dimana MK menilai “tidak adil apabila seseorang menjabat kurang dari setengah masa jabatan disamakan dengan yang menjabat setengah atau lebih masa jabatan.” Yang perlu diingat MK dalam putusannya selalu menggunakan terminologi “masa jabatan”.

Selanjutnya pada Putusan MK Nomor: 67/PUU-XVIII/2020 prinsipnya MK menguatkan pada putusan sebelumnya yakni Putusan MK Nomor: 22/PUU-VII/2009.

Dimana MK menilai pentingnya penentuan terhadap periode masa jabatan kepala daerah dan periode masa jabatan wakil kepala daerah yang melanjutkan sisa masa jabatan kepala daerah. 

Sejalan dengan hal tersebut, dinamika masa jabatan kepala daerah semakin berkembang, lantas bagaimanakah wakil kepala daerah yang menjalani sisa masa jabatan kepala daerah di tengah jalan?

Sekali lagi Putusan Mahkamah Konstitusi berpijak pada prinsip Hukum Tata Negara dengan menyuguhkan alternatif jalan keluar hukum (exit law).

Hal ini tercermin dari Putusan MK Nomor: 2/PUU-XXI/2023, yang mengakhiri polemik mengenai pembatasan masa jabatan kepala daerah.

BACA JUGA:Update Harga Emas Kamis 23 Mei 2024, Antam Stagnan dan UBS Turun

BACA JUGA:Update Harga Emas Kamis 23 Mei 2024, Antam Stagnan dan UBS Turun

Putusan MK terakhir ini sekaligus menjadi penegasan mengenai sikap dan konsistensi MK dalam menjawab permasalahan kongkrit mengenai pembatasan masa jabatan kepala daerah. Dimana dalam pertimbangan hukumnya MK mengatakan:

“Mahkamah perlu menegaskan yang dimaksud dengan masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan masa jabatan yang telah dijalani tersebut, baik yang menjabat secara defenitif maupun pejabat sementara”. Dalam batas penalaran yang wajar putusan MK Nomor: 2/PUU-XXI/2023 semakin mempertegas konsistensi dan pendirian MK terhadap Putusan sebelumnya yang dibingkai dalam perspektif pemikiran Hukum Tata Negara.

Beberapa pertimbangan MK di atas mencerminkan bagaimana kekuasaan jabatan kepala daerah perlu untuk dibatasi agar para pemimpin di daerah terhindar dari syahwat kekuasaan untuk berkuasa lebih lama.

Sejatinya Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) telah mengatur batasan periodisasi masa jabatan Presiden, yang terbatas dalam jangka waktu 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Dengan pengertian ini, maka masa jabatan demikian berlaku pula bagi kepala daerah.

Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan, mengenai jabatan-jabatan dalam Pemerintahan,

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan