Tantangan Ekonomi Indonesia 2025, Pertumbuhan Stagnan, Kesenjangan dan Harapan Baru

Ekonom Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof. Dr. Anton Agus Setyawan, S.E., M.Si-Istimewa/Bengkuluekspress.-
Harianbengkuluekspress.id – Tahun 2025 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi berada di angka 5 hingga 5,1 persen.
Angka ini lebih rendah dibandingkan target 5,2 persen yang ditetapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Hal ini diketahui berdasarkan laporan terbaru dari sejumlah lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia (World Bank), Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
BACA JUGA:PPPK Tahap 1 2025, Berikut THR & Gaji ke-13 Juga Jadwal Pengangkatan yang Harus Anda Ketahui!
BACA JUGA:KUR BNI Rp 120 Juta, Tenor hingga 60 Bulan, Proses Cepat, Angsurannya Cuma Segini
Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan terakhirnya, Jumat 16 Agustus 2024 lalu, mengungkapkan bahwa perekonomian Indonesia saat ini bergantung pada permintaan domestik di tengah stagnasi ekonomi global.
“Daya beli masyarakat akan dijaga melalui pengendalian inflasi, penciptaan lapangan kerja, serta program bantuan sosial dan subsidi,” ujar Jokowi di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.
Namun, memasuki 2025, Indonesia dihadapkan pada berbagai persoalan yang menimbulkan kekhawatiran, mulai dari transisi kekuasaan, kegagalan pemerintah menyelamatkan industri tekstil terbesar di Asia Tenggara, hingga kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang dibatalkan di detik terakhir tahun 2024.
Ekonom Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof. Dr. Anton Agus Setyawan, S.E., M.Si., menilai stagnasi pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen masih menjadi masalah serius.
Menurut Anton, angka tersebut belum cukup untuk menyerap angkatan kerja baru dan memperbaiki kondisi ekonomi.
“Indonesia butuh pertumbuhan minimal 6 persen untuk membuka lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja baru. Target 8 persen yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto terlalu ambisius,” kata Anton.
Anton, juga menyoroti incremental capital output ratio (ICOR) Indonesia yang mencapai 6,33 persen pada 2023, lebih tinggi dibanding negara ASEAN lain seperti Malaysia (4,5 persen), Thailand (4,4 persen), Vietnam (4,6 persen), dan Filipina (3,7 persen). Tingginya ICOR menunjukkan inefisiensi investasi di Indonesia.
BACA JUGA:Update Harga Emas, Senin 27 Januari 2025, Produksi Antam dan UBS di Pegadaian