Cerita berawal dari Raja Gilingwesi Prabu Naga Pracana, seorang raja raksasa monster ular. Menghadap sang raja adalah Patih Naga Sekipu, seorang raksasa sangar.
Naga Pracana mengutus sang patih melamar Dewi Suproborini di Kahyangan Jonggring Salaka. Setelah menghadapi banyak rintangan, sang Patih Naga Sekipu sampai di Kahyangan Jonggring Saloka.
Betara Narada, Betara Yamadipati, Betara Bayu menyambutnya. Patih Naga Sekipu lalu menanyakan jawaban atas surat lamaran rajanya.
Namun, Narada menjawab bahwa lamaran itu ditolak. Mendengar lamarannya ditolak, Naga Pracona sontak marah lalu memutuskan menyerang Kahyangan.
Dia lantas memerintahkan Patih Naga Sekipu untuk membawa pasukan raksasa menyerang Kahyangan. Sekipu dan pasukan raksasa terbukti sangat sakti. Pasukan para dewa terdesak.
Tidak seorang pun mampu mengatasi serangan para raksasa tersebut. Narada lalu meminta bantuan manusia. Anak Bima dengan Arimbi yang masih bayi diboyong ke Kahyangan. Jabang Tetuka namanya.
Dia lantas diceburkan ke Kawah Candradimuka. Bukannya meninggal, Jabang Tetuko justru tumbuh menjadi sakti mendraguna.
Ketika melawan Sekipu, setiap kali dipukul atau ditendang, Tetuko malah bertambah besar dan sakti. Akhirnya Sekipu pun mati di tangan Tetuko.
Tetuko kemudian diberi senjata pusaka berupa baju ontokusumo yang membuatnya kebal akan segala macam senjata. Selain itu, dia juga bisa terbang.
Setelah dewasa, namanya lalu diganti menjadi Gatutkoco. Meskipun wajahnya sangar seperti raksasa, tetapi hatinya baik.
Adapun sosoknya seperti raksasa karena ibunya, Arimbi, adalah seorang raksasa perempuan. Arimbi adalah adik dari Arimbo, penguasa wilayah Pringgodani.
Ini adalah bagian dari wilayah Amarta, kerajaannya Pendowo Limo. Dulu, Arimbo dibunuh oleh Bimo karena melawan ketika hutan di sana dibuka oleh Pendowo Limo untuk membangun negara Amarta.
Arimbo punya anak laki-laki bernama Arimboko. Setelah dia dewasa, Sengkuni sang patih licik dari Ngestino (Hastinapura) memprovokasi.
Tujuan provokasi itu agar Arimboko mau menjadi peguasa Pringgodani yang bisa dikendalikan oleh Ngestino. Itulah sebabnya Ngestino memberi dukungan.
Sementara itu, pihak Pendowo menghendaki Gatutkoco yang menjadi penguasa Pringgodani. Maka terjadilah persaingan antara Ngestino dan Amarta.
Mereka berebut pengaruh atas Pringgodani. Beberapa bentrokan kecil lantas pecah hingga akhirnya Gatutkoco bertarung melawan Arimboko, sepupunya sendiri.