BENGKULU, BE - Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu mengajak pemerintah desa di Provinsi Bengkulu untuk membudidayakan ikan Lele dengan sistem teknologi bioflok. Sebab teknologi tersebut dipercaya dapat meningkatkan hasil produksi dan ekonomi petani.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, Syafriandi mengatakan, telah berkoordinasi dengan pemerintah Kabupaten/kota agar dapat mengajak sejumlah desa di daerah untuk melakukan kegiatan budidaya ikan Lele dengan sistem teknologi bioflok.
"Kita harapkan banyak desa di Bengkulu bisa budidaya ikan sistem bioflok ini," kata Syafriandi, Sabtu (4/11).
Ia mengaku, saat ini ada sejumlah desa seperti di Kabupaten Mukomuko yang telah menerapkan budidaya ikan dengan sistem bioflok. Pihaknya berharap akan ada semakin banyak desa-desa di Bengkulu bisa budidaya ikan dengan sistem ini. Sehingga kesejahteraan para petani semakin meningkat.
"Kita berharap dengan desa melakukan budidaya ikan sistem bioflok bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong produksi ikan lele di daerah," tuturnya.
Ia menjelaskan, sistem bioflok adalah salah satu teknologi budidaya ikan, yakni suatu teknik budidaya melalui rekayasa lingkungan yang mengandalkan pasokan oksigen dan pemanfaat mikroorganisme yang secara langsung dapat meningkatkan nilai kecernaan pakan. Prinsip kerja bioflok adalah mengubah senyawa organik dan anorganik yang mengandung karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen menjadi massa lumpur atau sludge. Cara ini didapatkan dengan menggunakan bakteri pembentuk flok yang memiliki sifat biopolymer polihidroksil alkanoat sebagai ikatan bioflok tersebut.
"Untuk di Provinsi Bengkulu, sistem budidaya ini sudah diterapkan di Kabupaten Mukomuko," katanya.
Menurutnya, penerapan sistem bioflok melalui rekayasa lingkungan dengan mengandalkan suplai oksigen dan pemanfaatan mikroorganisme mampu menjadikan hasil panen melonjak tiga kali lipat dibanding sebelumnya. Selain itu, sistem bioflok ini juga hemat air, karena tidak ada pergantian air tetapi hanya memerlukan penambahan air sedikit setiap hari saja serta bisa memelihara dengan kepadatan tinggi.
"Jika kita perbandingkan dengan budidaya sistem konvensional adalah sistem bioflok ini tidak banyak memakan tempat sehingga untuk daerah perkotaan juga sangat cocok diterapkan," tuturnya.
Disamping itu, inovasi teknologi budidaya ikan ini juga membuat penggunaan pakan lebih efisien. Misalnya pada metode budidaya konvensional nilai Feed Convertion Ratio (FCR) rata-rata sekitar 1,5 maka dengan teknologi bioflok Feed Convertion Ratio (FCR) dapat mencapai 0,8 hingga 1,0. Artinya, untuk menghasilkan 1 kg daging ikan pada sistem konvensional memerlukan sekitar 1,5 kg pakan. Sedangkan dengan metode bioflok, hanya memerlukan 0,8 hingga 1,0 kg pakan ikan.
"Dengan masyarakat menggunakan teknologi budidaya ini maka dapat memenuhi kebutuhan ikan di Provinsi Bengkulu. Sebab protein yang terkandung didalam ikan sangatlah tinggi, secara otomatis bisa meningkat gizi di masyarakat," tutupnya. (999)