BENGKULU, BE - Kekerasan anak dan perempuan di Provinsi Bengkulu masih menjadi perhatian khusus. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk Dan Kelurga Berencana (PPPA-PPKB) Provinsi Bengkulu, setidaknya lebih dari 30 kasus kekerasan. Sementara pedagangan orang sebanyak 23 kasus.
Tingginya kasus tersebut membuat Pemerintah Provisi (Pemprov) Bengkulu melalui Dinas PPPA-PPKB Provinsi meminta komitmen bersama pemerintah kabupaten/kota, Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten/kota, termasuk Satgas PPA untuk mencegah dan melindungi perempuan dan anak.
Ketua TP PKK Provinsi Bengkulu, Derta Rohidin mengatakan, komitmen yang ditandatangani itu harus direalisasikan. Karena pemerintah harus memberikan perlindungan kepada anak dan perempuan.
"Sebagai orang tua, harus mengayomi anak-anak kita. Terutama perempuan dan anak," kata Derta kepada BE usai melaunching gerakan stop kekerasan terhadap perempuan dan anak (Santapan Rasa) melalui Rumah Amanah Rafflesia, di Hotel Nala Pantai Panjang Bengkulu, Kamis (26/10).
Derta mengatakan, dalam melakukan pencegahan dan melindungi perempuan dan anak, semua unsur harus ikut terlebat.
Tidak hanya pemerintah, masyarakat, tokoh agama, organisasi masyarakat dan lainnya, juga harus terjun langsung.
"Kalau dulu, ada Tim Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (TP2A) di kabupaten/kota. Sekarang ngak tahu, masih ada atau tidak di kabupaten/kota. Karena saya pernah jadi Ketua TP2A di Kabupaten Bengkulu Selatan. Ke depan TP PKK kabupaten/kota bisa kembali menggerakan lagi TP2A, bisa diaktifkan lagi. Bisa menjadi wadah masyarakat mengadu, memberikan solusi, advokasi," tambahnya.
Di sisi lain, Staf Ahli Gubernur Bengkulu Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia, Hj Foritha Ramadhani Wati SE mengatakan, stop kekerasan terhadap perempuan dan anak perlu dilakukan gerakan kampanye. Baik tingkat provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.
"Perlu gerakan bersama untuk melakukan perlindungan dan pencegahan kekerasan perempuan dan anak," ungkap Foritha.
Kehadiran Rumah Amanah Rafflesia di Provnsi Bengkulu ini, menurut Foritha, harus menjadi wadah untuk memberikan layanan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya. Baik melalui mitodewawancara, tatap muka yang disesuai dengan keadaan individu untuk memberikan kenyamanan secara psikis bagi korban kekerasan.
"Layanan konseling menjadi amanah, sehingga bisa menjaga kepercayaan informasi yang diberikan korban kepada petugas," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PPPA-PPKB Provinsi Bengkulu, Drs Eri Yulian Hidayat MPd mengatakan, pendatangan gerakan pencegahan dan perlindungan perempuan dan anak ini, menjadi komitmen bersama kabupaten/kota.
"Gerak bersama ini perlu sinergitas antara kabupaten/kota. Maka kita buat gerakan santapan rasa," ujar Eri.
Eri mengatakan, Rumah Amanah Rafflesia ini dipusatkan di Dinas PPPA-PPKB Provinsi Bengkulu. Masyarakat bisa melakukan konseling soal perempuan dan anak, termasuk melakukan sosialisasi ke kabupaten/kota, agar pencegahan dapat masif dilakukan.
"Dari sisi kasus, setiap tahun mengalami peningkatan. Maka kita harus bersama-sama untuk meminimalisirnya," tutupnya. (151)