Jual Beli Tanah Tumpang Tindih, Tak Ada Titik Temu Lapor Polisi
Rizki/BE Lokasi tanah yang menjadi sengketa akibat tumpang tindih jual beli.--
Harianbengkuluekspress.id - Dugaan sengketa tanah tumpang tindih jual beli terjadi di RT 22 RW 07, Kelurahan Dusun Besar, Kecamatan Singaran Pati, Kota Bengkulu. Sengketa tanah tersebut melibatkan Heridenti warga Kelurahan Dusun Besar selaku pembeli tanah.
Heridenti membeli tanah kepada A Kasim yang memberikan kuasa kepada suadara kandungnya, M Darup pada 30 Juni 2021. Luas tanah yang dibeli Heridenti sekitar 903 meterpersegi dengan harga Rp 100 juta. Pembelian tanah tersebut telah disetujui oleh 5 orang ahli waris. Konflik kemudian muncul, ketika salah satu ahli waris menjual sebagian tanah kepada pihak lain. Penjualan tersebut tanpa sepengetahuan 4 ahli waris lain.
"Bermula dari salah satu ahli waris menjual tanah pada orang lain pada 2024. Padahal ahli waris lain berjumlah 5 orang sudah setuju pada 2022 menjual kepada saya," ujar Herdenti.
Sampai akhirnya, Heridenti membuat pengaduan masyarakat ke Polda Bengkulu, kemudian diturunkan ke Polresta dan ke Polsek. Upaya mediasi antara pihak yang berkonflik difasilitasi oleh Polsek Gading Cempaka pada Jumat, 10 Mei 2024. Tetapi, mediasi yang melibatkan Heridenti, ahli waris, pembeli tanah, lurah, Bhabinkamtibmas dan Bhabinsa, serta pihak terkait lain tidak menemukan titik temu.
BACA JUGA: Jelang Pilkada, Dukcapil Diminta Turun ke Sekolah, Ini Tujuannya
BACA JUGA:Arif Gunadi Belum Pastikan Maju Pilwakot, Begini Penjelasannya
Karena mediasi tidak membuahkan hasil, Heridenti meminta beberapa opsi kepada pembeli tanah, yakni mengembalikan uang, mengembalikan tanah sesuai SKT seluas 903 meter persegi atau melanjutkan ke proses hukum. Karena dua opsi mengembalikan uang dan mengembalikan luas tanah sesuai SKT tidak digubris. Heridenti memutuskan membuat laporan polisi.
"Saya membeli tanah itu pada 2022 kepada ahli waris, belum saya balik namakan, karena pihak kelurahan seperti mempersulit. Tiba-tiba kelurahan mengeluarkan SPPT pada orang lain di lokasi tanah yang sama," imbuhnya.
Lurah Dusun Besar, Ahmad Sukri membantah kelurahan dianggap mempersulit mengurus SPPT atas nama Heridenti. Kelurahan belum bisa mengurus SPPT, karena sebagian tanah sudah lebih dulu dijual salah satu ahli waris kepada orang lain. Proses jual beli tanah tersebut terjadi sebelum jual beli tanah yang dilakukan Heridenti.
Luas tanah tersebut awalnya 903 meter persegi. Kemudian, dijual salah satu ahli waris 90 meter persegi sehingga tersisa lebih kurang 800 meter persegi. Jika pihak kelurahan melanjutkan proses SPPT Heridenti maka kelurahan menyalahi aturan. Bahkan tidak menutup kemungkinan terlibat pidana.
BACA JUGA:Pasca Mudik Lebaran, Permintaan Service Suzuki Naik Drastis
"Dia mau buat SPPT sesuai luas SKT 903 meter persegi atas nama ahli waris M Darup. Tentu tidak bisa, karena salah satu ahli waris sudah menjual tanah sebelum proses jual beli antara Heridenti dan para ahli waris," jelas Ahmad Sukri.
Saat melakukan survey jual beli tanah, melibatkan lurah, para ahli waris, Herdenti diketahui jika salah satu ahli waris sudah menjual sebagian tanah tersebut. Proses jual beli tersebut dilakukan sebelum proses jual beli yang dilakukan oleh Heridenti. Karena sudah dijual sebagian, ukuran tanah tidak lagi 903 meterpersegi sesuai SKT. Sehingga semua ahli waris sepakat jika ingin membeli silahkan dibeli ukuran 800 meter persegi, tidak lagi sesuai SKT 903 meterpersegi.
"Saat cek fisik tanah sebelum proses jual beli, diketahui salah satu ahli waris bernama Yakin menjual tanah 10x9 kepada Karman. Terjadi fakta seperti itu, pada intinya para ahli waris lain mengikhlaskan sebagian tanah dijual. Saat itu Heridenti setuju membeli sisa tanah dari 903 meterpersegi atau sekitar 800 meter persegi itu, tetapi saat dia pegang SKT, dia ngotot ingin tanah sesuai ukuran di dalam SKT. Seharusnya dia tahu sebagian tanah sudah dijual oleh salah satu ahli waris. Bahkan proses jual beli terjadi sebelum Heridenti melunasi tanah tersebut," pungkas lurah. (Rizki Surya Tama)