Proyek Tak Sesuai Spek, Ini Keterangan Saksi Ahli Konstruksi dan BPKP di Persidangan

RIZKY/BE Sidang lanjutan korupsi pembangunan fisik Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Curup berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu tahun anggaran 2020, Senin 3 Juni 2024. Saksi ahli kontruksi dan saksi ahli BPKP dihadirkan JPU untuk m--

Harianbengkuluekspress.id - Sidang kasus dugaan korupsi proyek pembangunan fisik Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Curup berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu, tahun anggaran 2020, Senin 3 Juni 2024. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Rejang Lebong menghadirkan Jarwoto sebagai saksi ahli konstruksi dan Andreas saksi ahli BPKP perwakilan Bengkulu. 

Secara umum keterangan saksi ahli konstruksi menyebut proyek laboratorium tidak sesuai spek, kurang volume dan beberapa item yang dipasang tidak sesuai dalam kontrak. Salah satunya rangka plafon kurang mutu, wastefel dan toilet duduk yang dipasang tidak sesuai yang ada didalam kontrak. Dengan adanya kurang mutu tidak sesuai dalam kontrak pasti akan ada selisih harga ditimbulkan.

"Saya 3 kali melakukan cek fisik ke lapangan. Dari pengecekan dan perhitungan yang saya lakukan proyek tersebut tidak sesuai kontrak, kekurangan volume dan tidak sesuai spek. Salah satunya pemasangan rangka plafon, wastefel dan toilet duduk yang dipasang berbeda dengan yang ada didalam kontrak," jelas Jarwoto dalam persidangan.

Saat disinggung hakim, apakah bangunan tidak bisa digunakan karena kekurangan volume, Jarwoto menjawab kondisi fisik bangunan bagus dan bisa digunakan. Hal yang membuat salah banyak perbedaan didalam kontrak dengan dilapangan, pekerjaan harusnya terlaksana, tetapi tidak terlaksana.

BACA JUGA:Kodim 0408 dan Pemkab BS Teken MoU Besemah, Ini Tujuannya

BACA JUGA:1.301 Guru Terima TPG, Berikutnya Dinas Pendikan Kota Bengkulu Siapkan TPG Periode Ini

"Kalau standar bangunan masih bisa dibilang masuk. Tetapi itu tadi, banyak terjadi pelanggaran dalam proyek sehingga terjadi selisih harga," imbuhnya. 

Saksi ahli BPKP, Andreas mengatakan, permasalahan proyek ditemukan saat pihaknya mencari proyek di website Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Didalam website ditulis proyek pembangunan gedung rawat inap, tetapi saat mereka sampai ke lapangan ternyata proyek pembangunan gedung laboratorium. Kemudian salah satu kontraktor, yakni CV Cahaya Riski harusnya tidak memenangkan tender karena kurang persyaratan. Dari hasil audit, kerugian yang ditimbulkan dari proyek bermasalah laboratorium RSUD Rejang Lebong lebih kurang Rp 1,6 miliar.

"Saat cek di LPSE yang muncul itu pembangunan gedung rawat inap bukan gedung laboratorium. Berdasarkan hasil dari ahli kontruksi, terjadi kemahalan harga kemudian dihitung terjadi kerugian Rp 1,6 miliar," jelasnya.

JPU Kejari Rejang Lebong, Albert SH MH mengatakan, proyek yang tidak sesuai spek tidak hanya disampaikan ahli kontruksi. Berdasarkan keterangan saksi sebelumnya yakni tukang serta anak buahnya menyatakan hal serupa dengan saksi ahli.

BACA JUGA:Kajari Mukomuko Pindah Tugas: Penyidikan Korupsi di Mukomuko Tetap Lanjut, Begini Pernyataan Rudi Iskandar

"Jadi dari fakta persidangan sebelumnya mendukung saksi ahli, salah satunya keterangan dari tukang dan anak buahnya," ungkap JPU.

Kasus korupsi tersebut mendudukan empat orang terdakwa, Ivan Didi Septiadi selaku Dirut CV Cahaya Riski, Suci Rahmananda selaku Dirut PT Nusa Mandiri Persada, Fahrul Razi selaku Konsultan Pengawas PT Nusa Mandiri Persada dan Harmansyah selaku PPK. Empat orang terdakwa telah merugikan negara Rp 1,6 miliar dari total anggaran Rp 4 miliar lebih. Kerugian negara itu terjadi karena pekerjaan fisik yang tidak sesuai volume. Empat orang terdakwa didakwa dengan pasal 2 dan pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (Rizki Surya Tama)

 

Tag
Share