Umbung Kutei Merawat Warisan Budaya, Begini Caranya

Penyambutan raja dalam kegiatan adat Umbung Kutei di Kabupaten Kepahiang. -Doni/BE -

harianbengkuluekspress.id - Festival Umbung Kutei merupakan salah satu upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepahiang merawat warisan Budaya Leluhur. Budaya Leluhur Rejang di Bumi Sehasen menjadi salah satu kegiatan rutin Pemkab yang digelar dimasa kepemimpinan Dr Hidayatullah Sjahid MM IPU sejak awal menjadi Bupati. 

Festival Umbung Kutei nyaris dilaksanakan setiap tahun oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Kepahiang.  

"Saya harap pemimpin Kepahiang selanjutnya bisa terus merawat pelestarian budaya ini," ungkap Bupati Kepahiang Hidayattullah Sjahid.

Menurutnya,  Kutei memiliki arti yang pada dasarnya memiliki makna sebuah dusun induk atau pusat marga yang menjadi simpul dusun-dusun dengan orang-orangnya yang memiliki pertalian darah. Di Kepahiang ada dua kutei, yakni Kutei orang-orang bermarga Merigi dan Kutei orang-orang bermarga Bermani Ilir. Sehingga Umbung Kutei memiliki makna berkumpulnya segenap orang-orang Marga Merigi dan Marga Bermani Ilir atas dasar pertalian kehendak, cita-cita yang sama dan semangat gotong royong untuk mewujudkan sebuah hajatan budaya yang penuh dengan kegembiraan dan akan selalu dikenang.

"Beberapa bagian atau kegiatan yang dilaksanakan masyarakat Rejang saat menggelar Umbung Kutei, " ujarnya.

BACA JUGA:Datangi Yayasan Seni Tari Beladiri, DISUKA Siap Lestarikan Adat Budaya Bengkulu

BACA JUGA:Pilkada 2024, Jonaidi SP, Saatnya Sarjana Pertanian Jadi Wakil Bupati Seluma

Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Kepahiang, Nining Fawely Pasju SPt MM mengapresiasi pelaksanaan kegiatan ini yang disambut baik oleh masyarakat.

"Alhamdulillah Umbung Kutei 2024 kembali terlaksanakan dengan baik. Terlihat dari tingginya antusiasme masyarakat yang mengunjungi lokasi festival Umbung Kutei," ungkap Nining.

Penei atau penoi dan Ejamei Kutei  dilansir dari Dinas Dikbud arti dari Penei dan Ejamei Kutei adalah sebuah bingkai bambu sebagai wadah atau tempat mengikat alat-alat upacara. Penoi dibuat saat bekejei hari panen atau menyambut tamu agung. Penei adalah lambang kutei atau petulai, sebagai pernyataan kesatuan manusia Rejang dengan alam. Penoi diwujudkan dalam bentuk karangan-bunga besar yang berisi rangkaian hasil-hasil ladang, peralatan kerja, peralatan tumah tangga dan senjata. Benda terpenting di penoi. Padi dengan tangkainya Jawet dengan tangkainya sirih dengan tangkainya

Tebu hitam dengan daunnya Kelapa dengan tandannya Peralatan rumah tangga Alat pemotong dan penetak (rudus) Alat pemotong dan penyerut (sewar) Dua batang tombak Payung.  Njamue kutei adalah perjamuan kutei Sebagai perjamuan besar dan lengkap yang dihadiri segenap pemimpin kutei dan masyarakat.

Upacara Kejei merupakan salah satu upacara terbesar masyarakat Rejang  yang diwarnai dengan pemotongan kerbau, kambing, dan sapi. Upacara Kejei sendiri merupakan acara adat yang diselenggarakan cukup lama, mulai dari 3 hari, 15 hari, 3 bulang, hingga 9 bulan. Dengan demikian, Tari Kejei dianggap sakral dan diyakini mengandung nilai dan makna tersendiri bagi masyarakat Suku Rejang. Tari Kejei diyakini sudah ada sejak sebelum era Kerajaan Majapahit. Konon tarian ini pertama kali dipentaskan dalam pernikahan Putri Senggang dan Biku Bermano.  (doni)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan