Hutan Dirambah di Mukomuko Diusulkan Izin ke Kementerian Kehutanan RI, Segini Jumlahnya

Petugas dari KPH Mukomuko ketika turun ke lokasi hutan yang telah dirambah oleh masyarakat. -I ST/BE -

harianbengkuluekspress.id  – Kawasan hutan di Kabupaten Mukomuko yang terlanjur dirambah oleh masyarakat telah diusulkan perizinan pemanfaatan kawasan hutan ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia (RI). 

“Ada 10 desa yang telah kami usulkan ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI,” ujar Kepala Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Mukomuko, Aprin Sihaloho dikonfirmasi BE, Kamis 2 Januari 2025.

Namun verifikasi teknis desa yang diusulkan mendapatkan perhutanan sosial, jelasnya, menunggu perubahan nomenklatur kementerian dari sebelumnya Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan saat ini hanya Kementerian Kehutanan. Ia juga mengatakan, sebelumnya sebanyak delapan desa yang mengusulkan program perhutanan sosial. Kemudian ada penambahan dua desa yang baru mengusulkan program ini. 

"Delapan desa yang diusulkan mendapatkan program perhutanan sosial, yakni Desa Lubuk Talang, Desa Serami Baru, Desa Lubuk Cabai, Desa Retak Mudik, Desa Air Bikuk, Desa Lubuk Bento, Desa Lubuk Bangko dan Desa Lubuk Selandak," ujarnya. 

BACA JUGA: Pelaku Akui Paksa Korban TPPO untuk Cegah Kehamilan

BACA JUGA:Alat Tangkap Nelayan Harus Ramah Lingkungan, Ini Pesan Kepala Dinas Perikanan Mukomuko

Lanjutnya, ada penambahan dua desa, yakni Desa Sibak mengusulkan program perhutanan sosial di kawasan hutan seluas sekitar 600 hektare dan Desa Pondok Baru seluas sekitar 700 hektare.  Sedangkan usulan luas program perhutanan sosial di lahan kawasan hutan yang rusak akibat perambahan di delapan desa, katanya, yakni seluas 20.000 hektare. 

“Usulan dari delapan desa di daerah ini, termasuk luas karena setiap desa ada yang mengusulkan program perhutanan sosial di lahan seluas 2.000 hingga 3.000 hektare,” bebernya.

Program perhutanan sosial, jelas Aprin, merupakan salah satu solusi bagi masyarakat yang terlanjur menggarap kawasan hutan karena tidak mungkin pemerintah mengusir mereka. Untuk itu mereka diberikan izin menggarap bukan memiliki.

”Masyarakat itu hanya boleh mengarap dan bukan memiliki,” ungkapnya.(budi)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan