Imbau Tolak Tawaran Pinjol dan Paylater, Dampaknya Sangat Besar

Ilustrasi mengajukan pinjaman paylater.-IST/BE-
Harianbengkuluekspress.id – Masyarakat Bengkulu diimbau untuk menolak tawaran pinjaman online (pinjol) dan skema pembayaran paylater menjelang lebaran Idul Fitri tahun 2025 ini.
Sebab, utang berbasis digital ini berisiko menjerat masyarakat, terutama dari kalangan ekonomi rendah ke dalam jeratan kredit macet yang semakin membebani kondisi finansial mereka.
Pengamat Ekonomi Bengkulu, Prof Dr Ahmad Badawi Saluy SE MM mengungkapkan, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) pada Januari 2025 tumbuh sebesar 41,9 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), meningkat dari 37,6 persen yoy pada Desember 2024.
BACA JUGA:Jelang Lebaran, Harga Tiket Pesawat Turun
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Siapkan 200 Unit Kontainer Sampah untuk Dibagikan ke Kabupaten/Kota
Sementara itu, outstanding pembiayaan industri fintech lending alias pinjol juga meningkat dari 29,14 persen yoy pada Desember 2024 menjadi 29,94 persen yoy pada Januari 2025.
"Data ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin bergantung pada fasilitas pinjaman berbasis digital. Sayangnya, tidak semua memahami risiko di balik kemudahan yang ditawarkan," ujar Ahmad, Minggu, 16 Maret 2025.
Tren kenaikan pinjaman ini terutama dipicu oleh kebutuhan masyarakat yang meningkat selama Ramadan, termasuk untuk belanja konsumtif seperti makanan, pakaian, dan persiapan hari raya.
Pinjol dan paylater menjadi solusi instan karena menawarkan proses persetujuan cepat dan persyaratan minimal, sehingga menggoda konsumen untuk meminjam tanpa pertimbangan matang.
"Tren kenaikan pinjaman pada Ramadan ini bisa dipicu karena meningkatnya belanja konsumtif, ditambah lagi proses persetujuan paylater dan pinjol instant," tuturnya.
Namun, banyak peminjam akhirnya kesulitan melunasi utang mereka akibat suku bunga tinggi dan biaya tersembunyi yang tidak disadari sejak awal.
Hal ini menyebabkan meningkatnya kasus gagal bayar, yang pada akhirnya menimbulkan tekanan finansial, gangguan psikologis, hingga ancaman dari penagih utang.
"Sering kali, masyarakat tidak menyadari bahwa bunga pinjol dan paylater bisa jauh lebih tinggi dibanding pinjaman konvensional. Akibatnya, mereka justru terjerat utang yang semakin membengkak dari bulan ke bulan," tambah Ahmad.
Selain itu, maraknya penagihan agresif dari perusahaan pinjol ilegal juga menjadi ancaman bagi masyarakat. Beberapa kasus menunjukkan bahwa peminjam mengalami intimidasi, pelecehan, bahkan penyebaran data pribadi ketika mereka mengalami keterlambatan pembayaran.