Idul Fitri, Bingung Bagi THR? Ini Panduan Cerdas dari Perencana Keuangan agar Dompet Aman Saat Lebaran

Idul Fitri, umumnya menggunakan uang baru-ilustrasi/Bengkuluekspress-
Harianbengkuluekspress.id – Tradisi memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) saat Hari Raya Idul Fitri sudah menjadi bagian yang melekat dalam budaya masyarakat Indonesia.
Tak hanya dilakukan oleh instansi pemerintah atau perusahaan kepada pegawainya, THR juga umum diberikan dalam lingkup keluarga sebagai bentuk silaturahmi, tali kasih, dan simbol kebahagiaan bersama.
Namun, jelang Lebaran 2025 ini, banyak orang mulai kebingungan menentukan siapa saja yang sebaiknya diberi THR dan berapa jumlah uang yang ideal untuk diberikan, tanpa mengganggu stabilitas keuangan pribadi.
Menanggapi persoalan ini, Andi Nugroho, perencana keuangan dari Advisors Alliance Group, memberikan panduan praktis untuk membagikan THR secara bijak dan terencana.
BACA JUGA:Nomor-Nomor Penting Yang Wajib Disimpan Bagi Pemudik, Ini Daftarnya
BACA JUGA:Terbaru, Masa Belajar SMK Akan Diperpanjang Jadi 4 Tahun, Berikut Alasannya
Menurutnya, penting bagi setiap orang untuk menyadari bahwa memberikan THR sebenarnya bukanlah suatu kewajiban, melainkan bentuk sukarela yang lahir dari niat menjaga hubungan baik dan meneruskan tradisi yang sudah lama dilakukan.
“THR enggak wajib kita berikan, karena itu hanya sekadar tali asih menjaga silaturahmi dan merupakan kultur budaya masyarakat,” jelas Andi.
Meskipun tidak ada kewajiban hukum, Andi menyebut ada tekanan sosial yang seringkali muncul, seperti cibiran atau komentar dari kerabat, apabila seseorang tidak memberikan THR saat Lebaran.
Karena itu, ia menyarankan agar pemberian THR tetap dilakukan, namun harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan masing-masing.
“Kita harus lihat kondisi keuangan kita dulu. Jangan sampai memaksakan diri memberi THR ke banyak orang padahal dana yang tersedia sangat terbatas,” tegasnya.
Dalam hal siapa saja yang layak diberi THR, Andi menyarankan untuk mengutamakan keluarga inti, seperti orang tua, kakak-adik, dan keponakan.
Jika memungkinkan, pemberian bisa diperluas ke tetangga atau masyarakat umum, tapi hanya jika anggaran mencukupi.
“Yang paling penting adalah keluarga inti. Kalau punya keponakan dari keluarga kurang mampu, beri perhatian lebih besar. Tapi kalau dari keluarga yang lebih berada, cukup dengan nominal kecil saja,” ungkap Andi.