Pelindo Dinilai Tak Serius, Pengerukan Alur Pelabuhan Lamban, Pengusaha dan Masyarakat Enggano Menjerit

Sejumlah alat berat PT Pelindo II Bengkulu melakukan pengerukan di pintu masuk alur Pelabuhan Pulau Baai yang mengalami pendangkalan ekstrem dan belum bisa dilalui kapal besar, Kamis, 10 April 2025.-RIO/BE-
Harianbengkuluekspress.id - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu, Teuku Zulkarnain, SE menyampaikan kritik pedas kepada PT. Pelindo 2 terkait penanganan pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu.
Menurut Politisi PAN ini, hingga saat ini belum terlihat adanya keseriusan dan upaya nyata dari pihak Pelindo untuk menyelesaikan permasalahan yang krusial bagi aktivitas pelabuhan tersebut.
Meskipun pengerukan alur telah dilakukan. Namun masih terlihat lamban untuk menyelesaikan pendangkalan kronis itu.
"Kalau memang Pelindo tidak mampu menuntaskan persoalan ini, kita menyarankan agar angkat kaki saja dari Bengkulu," tegas Teuku saat ikut meninjau proses pengerukan alur bersama Forum Koordinasi Antar Asosiasi (FORKA) Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu, Kamis, 10 April 2025.
Dijelaskannya, sebenarnya tidak ada alasan lagi bagi Pelindo untuk menunda-nunda penyelesaian pendangkalan alur.
BACA JUGA:Enggano Lumpuh, Kapal Keruk Alur Pelabuhan Rusak, Gubernur Kritik Pelindo
BACA JUGA:Alur Pelabuhan Masih Dikeruk, Kapal ke Enggano Tak Bisa Berlayar
Sebab, berbagai dokumen penting yang menyatakan kondisi darurat pelabuhan telah diserahkan kepada pihak terkait.
"Jadi semua dokumen sudah lengkap, anggaran juga ada, tapi langkah yang dilakukan Pelindo terkesan tidak serius. Ini sangat menghambat aktivitas bongkar muat dan berpotensi merugikan perekonomian daerah," ungkapnya.
Sementara itu, Perwakilan FORKA, Marwan Ramis mengatakan, para pengusaha pengguna jasa pelabuhan mengalami kerugian signifikan akibat pendangkalan alur yang saat ini tengah dalam proses pengerukan.
Kerugian ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah seperti aktivitas keluar masuk kapal terganggu hingga menyebabkan pengiriman komoditas unggulan Crude Palm Oil (CPO) tertunda.
"Seperti untuk aktivitas pengangkutan CPO saja, akibat kapal tak bisa keluar masuk, CPO yang rusak jika ditotalkan sudah mencapai Rp 53 miliar," jelas Marwan.
Kemudian untuk komoditas batu bara yang belum bisa dijual ke luar. Saat ini dari seluruh stockpile yang tersedia, sekitar Rp 200 miliar mengendap di Pelabuhan Pulau Baai.
Ironisnya, lanjut Marwan, kapal-kapal maupun tongkang milik pengusaha yang saat ini berada di dalam kolam pelabuhan tetap dikenakan biaya sandar. Meskipun kapal-kapal tersebut tidak dapat beroperasi.