Kemenag Seleksi Puluhan Buku Keagamaan, Ini Tujuannya

Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad bersama rekan melakukan Review Buku Umum Keagamaan Islam sebelum diunggah di perputakaan digital-istimewa/bengkuluekspress-
Harianbengkuluekspress.id- Kementerian Agama (Kemenag) menyeleksi 64 buku umum keagamaan Islam untuk diunggah ke platform Elektronik Literasi Pustaka Keagamaan Islam (Elipski).
Seleksi dilakukan melalui metode peer review oleh tim yang beranggotakan akademisi, pegiat literasi, dan tim ahli Kemenag.
Proses seleksi ini dikemas dalam kegiatan “Review Buku Umum Keagamaan Islam”. Acara digelar di Jakarta, pada hari Kamis (10/4/2025).
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, menjelaskan, seleksi ini bertujuan menghadirkan literasi keagamaan yang seimbang antara kebebasan akademik dan tanggung jawab ilmiah.
BACA JUGA:Siap-Siap Libur Panjang di Bulan April, Ini Jadwal Lengkapnya Berdasarkan SKB 3 Menteri
BACA JUGA:Mulai 29 April, Arab Saudi Tutup Pelaksanaan Umrah, Ini Alasannya
“Saya ingin menekankan, kehadiran negara dalam konteks review buku umum keagamaan Islam tidak bermaksud mengurangi kebebasan akademik,” kata Abu disadur dari laman Kemenag.
Menurutnya, negara mempunyai peran dalam menciptakan ruang ilmiah yang sehat tanpa mencampuri isi dan pemikiran para penulis. Ia menekankan bahwa kebebasan akademik harus sejalan dengan tanggung jawab akademik.
“Jika dikaitkan dengan kebebasan akademik, saya rasa pasti ada tanggung jawab akademik. Jadi, keduanya harus memiliki konsistensi yang sama,” katanya.
BACA JUGA:Warga Bandar Jaya Demo, Desak Kades Mundur, Ini Penyebabnya
BACA JUGA:Jelang Haji, Baru 19.626 Visa Jemaah Reguler Diterbitkan.
Abu menambahkan, proses review ini bukan untuk membatasi ekspresi, melainkan untuk memastikan buku-buku yang diunggah ke Elipski tetap berada dalam koridor keilmuan yang bertanggung jawab.
Ia berharap tim kurasi yang dibentuk Kemenag dapat menjalankan tugas secara proporsional dan objektif. Selain memahami isi buku, tim juga dituntut memahami konteks sosial dan keilmuan yang melatarbelakanginya.
“Hal ini penting untuk mencegah misinformasi atau penyebaran ajaran yang tidak sesuai dengan prinsip moderasi beragama,” jelas Abu.(**)