Tak Tahu Batubara Penyebab Krisis Iklim, Ini Hasil Penelitian Kanopi Bengkulu Terhadap Pelajar dan Mahasiswa
Rewa/BE Mahasiswa dan Pelajar di Bengkulu saat mengikuti Sosialisasi Energi Bersih.--
Harianbengkuluekspress.id - Kanopi Hijau Indonesia belum lama ini melakukan penelitian kepada sejumlah pelajar dan mahasiswa di Kota Bengkulu. Penelitian tersebut menanyakan terkait penyebab krisis iklim yang terjadi saat ini. Hasilnya, masih banyak dari mereka minim literasi dan tidak tahu jika batu bara penyebab krisis iklim yang berdampak buruk bagi planet Bumi.
Manajer Sekolah Energi Bersih Kanopi Hijau Indonesia Hosani menyampaikan, data tersebut dihimpun berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan terhadap 187 siswa SMP Sint Carolus Bengkulu dan 37 mahasiswa jurusan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) dalam kegiatan Sekolah Energi Bersih #2 di lokasi masing-masing pada beberapa waktu lalu.
"Sebanyak 70 persen atau 131 siswa SMP Sint Carolus Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, tidak mengetahui bahwa batubara sebagai salah satu penyebab krisis iklim yang berdampak buruk bagi planet Bumi. Hanya 30% atau 56 siswa yang mengetahui batubara salah satu penyebab krisis iklim," ungkap Hosani, Sabtu 15 Juni 2024.
Hosani menambahkan, sebanyak 32,4% atau 12 mahasiswa jurusan Sosiologi UMB tidak mengetahui bahwa batubara sebagai salah satu penyebab krisis iklim yang berdampak buruk bagi bumi, sebanyak 64,8% atau 24 mahasiswa mengetahui batubara salah satu penyebab krisis iklim di bumi, dan 2,7 % atau 1 mahasiswa tak memberi jawaban.
BACA JUGA:Jumlah DPT Pilkada Meningkat, Begini Keterangan Komisioner KPU Kota Bengkulu
BACA JUGA:Lestarikan Budaya Indonesia, Wayang Kulit PMJB Bius Ratusan Masyarakat Jawa di Bengkulu
"Sebagian besar pelajar dan mahasiswa mengetahui bahwa hanya sampah yang menjadi penyebab krisis iklim di bumi sesuai dengan materi pelajaran yang mereka terima," kata Hosani.
Tidak hanya siswa SMP, mayoritas dari 881 anak muda yang dijangkau oleh Sekolah Energi Bersih tidak mengetahui terjadinya krisis iklim adalah akibat penggunaan batubara. Situasi ini bisa menjadi sebuah refleksi bahwasannya anak muda di tempat lain juga mengalami keterbatasan informasi.
"Ini cukup mengejutkan, padahal batu bara penyumbang emisi karbon dioksida terbesar di bumi dan menjadi akar masalah krisi iklim," kata Hosani.
Menurut data Badan Energi Internasional (IEA) yang dikutip oleh Greenpeace mengungkapkan bahan bakar fosil Batubara menyumbang 44% dari total emisi CO2 global. Pembakaran batubara adalah sumber terbesar emisi gas GHG (greenhouse gas), yang memicu perubahan iklim. Diikuti dengan penyebab lainnya seperti 12% dari sektor pertanian, 6,6% dari proses industri, 3,5% dari sampah dan 2,9% dari penggunaan lahan dan sektor kehutanan.
Disisi lain laju krisis iklim saat ini telah mencapai pada titik kritis akibat dari emisi terus yang terus meningkat. Akibatnya, Bumi sekarang 1,1°C lebih hangat daripada di akhir tahun 1800-an. Dekade terakhir (2011-2020) adalah rekor terpanas. Beberapa ilmuwan mengatakan jika terus menggunakan energi batubara, ambang batas suhu bumi di 1,5° C akan terlampaui ditahun 2030.
BACA JUGA:Pilkada Rejang Lebong 2024: PKB Pilih Syamsul Effendi
Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar menjelaskan, situasi tidak sampainya informasi krisis iklim kepada anak muda di Bengkulu menjadi potret bahwa tidak bertumbuh dan berkembangnya materi pendidikan di Indonesia. Hal ini menjadi bentuk pemerintah tidak menganggap penting krisis iklim bagi pengetahuan anak muda.
"Seharusnya negara dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Budaya Republik Indonesia bertanggung jawab. Negara sudah sepatutnya berpikir progresif daripada sekarang dalam proses diseminasi pengetahuan yang notabenenya berkaitan dengan masa depan penerus bangsa," tegas Ali Akbar