Pendemo Desak Tinjau Ulang Perda RTRW Provinsi Bengkulu, Begini Respons Dewan
Massa dari Aliansi Peduli Bumi Rafflesia menggelar aksi memperingati Hari Bumi di depan Gedung DPRD Provinsi Bengkulu, Seni, 22 April 2024.-RIO/BE -
Harianbengkuluekspress.id - Aliansi Peduli Bumi Rafflesia menggelar aksi di halaman Gedung DPRD Provinsi Bengkulu, Senin, 22 April 2024.
Aliansi yang terdiri dari mahasiswa, pemuda, pelajar dan organisasi masyarakat sipil tersebut menuntut untuk membatalkan Peraturan Daerah (Perda) Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu Tahun 2023-2042.
Perda yang telah disahkah DPRD Provinsi Bengkulu pada akhir tahun 2023 itu dinilai hanya membuka 'karpet merah' bagi investasi yang berniat mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) di Provinsi Bengkulu.
"RTRW ini mengakomodasi kepentingan PLTU Batu Bara Teluk Sepang, pertambangan, perkebunan, perikanan, dan pariwisata. Tapi, kepentingan rakyat sama sekali diabaikan," tegas Koordinator Aksi Aliansi Peduli Bumi, Rafflesia Ghifar dalam pernyataan sikap di halaman DPRD Provinsi Bengkulu, Senin, 22 April 2024.
Ghifar menyorot hilangnya peran serta masyarakat dalam proses penyusunan RTRW. Dia menilai hal ini sebagai kemunduran demokrasi dan menunjukkan ketidak terbukanya pemerintah terhadap partisipasi publik dalam mengawasi kebijakan RTRW.
BACA JUGA:Jaksa Bakal Lanjutkan Penyidikan BOK Kaur Tahap Dua, 4 Terdakwa Divonis Segini
BACA JUGA:Kabupaten BU Terbaik Pertama SDI, Bupati Mian Terima Penghargaan dari Gubernur Bengkulu
"Perubahan tata ruang di Bengkulu juga belum sepenuhnya mempertimbangkan aspek risiko bencana. Padahal, Bengkulu merupakan wilayah dengan tingkat risiko tinggi terhadap ancaman bencana seperti gempa bumi, tsunami, gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem dan abrasi, serta kebakaran hutan dan lahan," bebernya.
Ghifar mengatakan, data Bencana Indonesia tahun 2022 menunjukkan tiga bencana utama terjadi di Bengkulu. Yakni, banjir, tanah longsor, dan puting beliung.
Bencana yang terjadi beberapa tahun terakhir di Bengkulu, termasuk terjadi di Kabupaten Lebong merupakan dampak dari salah urus tata kelola sumber daya alam oleh pemerintah daerah.
"Salah urus tata kelola sumber daya alam ini terakumulasi menjadi rangkaian peristiwa yang menyebabkan terjadinya Bencana Ekologis, contohnya banjir di kota dan kabupaten di Provinsi Bengkulu tahun 2019 dan banjir di Kabupaten Lebong, Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma tahun 2024," beber Ghifar.
Pihaknya mendesak pemerintah daerah untuk meninjau kembali RTRW 2023-2042 dan melibatkan masyarakat dalam proses penyusunannya.
Dia juga menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek risiko bencana dalam tata ruang wilayah.
"RTRW harus berpihak pada rakyat dan kelestarian alam. Jangan hanya menjadi alat bagi para investor untuk mengeruk keuntungan," tegasnya.