M Thabrani, Sang Jurnalis Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional, Ini Sosoknya

Kamis 09 Nov 2023 - 13:42 WIB
Reporter : Endang S
Editor : Asrianto

Konsep kesatuan bangsa yang dia ajukan mengacu pada realitas keberagaman masyarakat Indonesia yang pada waktu itu masih cenderung terpaku pada identitas daerah atau suku,

Menurut pandangan Tabrani pada saat itu, ketika sudah ada Tanah Air Indonesia, Bangsa Indonesia, maka bahasa yang cocok adalah Bahasa Indonesia.

Tabrani menjadi pemimpin majalah Revue Politik di Jakarta dari tahun 1930 hingga 1932, dan memimpin surat kabar Sekolah Kita di Pamekasan dari tahun 1932 hingga 1936.

Dia juga menjadi direktur dan pemimpin Harian Pemandangan dan Mingguan Pembangunan. Ketika memimpin Revue Politik, Tabrani mengadvokasi kepentingan Partai Rakyat Indonesia (PRI) yang ia dirikan.

PRI mendapat tantangan dari kalangan pemuda mahasiswa yang merasa bahwa PRI kurang revolusioner.

Tabrani menjabat sebagai pemimpin redaksi Surat Kabar Pemandangan selama dua periode, yaitu dari 1936 hingga 1940 dan kemudian dari 1951 hingga 1952. Perannya sangat terkait dengan surat kabar tersebut.

M Tabrani sebagai jurnalis sekaligus pemimpin redaksi koran Hindia Baroe secara terang- terangan menggunakan bahasa Indonesia dalam korannya sejak awal tahun 1926. 

Hal itu terlihat dari salah satu kolom dalam koran Hindia Baroe yang dinamai dengan “Anak dan Bahasa Indonesia”.

Kolom yang berisi tulisan dari masyarakat semacam Surat Pembaca pada koran masa kini

itu merupakan cerminan bahwa nama bahasa Indonesia sudah mulai dimasyarakatkan melalui koran yang dipimpin oleh M Tabrani ini. 

Selain nama kolom, pemikiran Tabrani tentang bahasa Indonesia secara jelas terpampang pada tulisannya dalam koran Hindia Baroe yang dipimpinnya.

Tulisan yang berjudul “Bahasa Indonesia” yang ada pada kolom Kepentingan tersebut secara jelas mengemukakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan untuk mencapai kemerdekaan.

Sebuah pemikiran yang berani yang diungkapkan seseorang yang hidup di wilayah yang sedang dijajah oleh bangsa asing, bangsa Belanda.

Selama hidupnya, Tabrani turut mendirikan Institut Jurnalistik dan Pengetahuan Umum bersama Mr. Wilopo di Jakarta.

Di antara murid-muridnya terdapat Anwar Tjokroaminoto dan Sjamsuddin Sutan Makmur.

Tabrani meninggal di Jakarta pada tanggal 12 Januari 1984, pada usia 80 tahun, dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan. (*)

Kategori :