Harianbengkuluekspress.id - Konflik agraria antara PT Bimas Raya Sawitindo (BRS) dengan warga Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko belum menemukan titik terang. Meskipun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu telah memfasilitasi pertemuan antara masyarakat dengan perusahaan.
Dari hasil pertemuan antara jajaran Pemprov Bengkulu, Kanwil ATR/BPN Bengkulu, perwakilan mahasiswa dan petani serta pihak terkait lainnya itu, dinilai belum memberikan solusi kepastian. Menyikapi hal itu warga mewarning membawa masalah ini ke jalur hukum dengan menggugat ke pengadilan. Sengketa lahan plasma ini masih memanas.
Perwakilan masyarakat dari Air Palik Kabupaten Bengkulu Utara Supriyadi mengatakan, kecewa dengan hasil rapat, karena tidak memberikan jalan keluar yang baik. Seperti soal status plasma, belum pernah disosialisasikan kepada masyarakat.
"Di ruangan tadi dikatakan sudah dibagikan 114 hektar kepada masyarakat, sedangkan masyarakat tidak pernah menerima itu (lahan plasma)," terang Supriyadi, saat ikut dalam rapat di Ruang Rapat Rafflesia Kantor Gubernur Bengkulu, Kamis 17 Oktober 2024.
BACA JUGA:Mr Food Streetfood, Tren Destinasi Kuliner, Makanan Enak dengan Harga Bersahabat
BACA JUGA:Mantan Ketua DPRD Kota Bengkulu Serukan Dukung Romer
Tidak hanya soal lahan plasma yang belum jelas, menurut Supriyadi penggunaan jalan umum dari pihak perusahaan itu seharusnya menggunakan jalan sendiri. Sebab, aktivitas kendaraan dari PT kerap menyebabkan kondisi jalan berlumpur dan mengakibatkan sering terjadinya kecelakaan.
"Pemprov sudah mengatakan jika selama 6 bulan sebelum ada jalan khusus dari perusahaan itu boleh melewati jalan umum, tapi ternyata sudah bertahun-tahun jalan satu-satunya itulah yang dipakai perusahaan merupakan jalan fasilitas umum fasilitas masyarakat," ujarnya.
Termasuk soal luas ukuran lahan yang menjadi sengketa agraria, juga belum pernah dilakukan pengukuran ulang. Kanwil ATR/BPN mempersilahkan untuk mengukur ulang sendiri. Sedangkan saat pihak ATR/BPN melakukan pengukuran, masyarakat tidak dilibatkan,
"Masa kami masyarakat membiayai masalah itu kan, atau mahasiswa yang membiayai, kan tidak mungkin kita yang membiayai, lalu tugas mereka (ATR/BPN) itu apa. Masyarakat harus dilibatkan kalau dilakukan pengukuran," beber Supriyadi.
BACA JUGA:950 Linmas Dapat Baju Kaos Gratis
Atas belum adanya kejelasan itu, masyarakat berencana akan melaporkan pihak perusahaan ke penegak hukum. Agar persoalan tersebut, diputuskan dalam pengadilan.
"Jadi besar kemungkinan kami sudah mengarah ke sana. Biar tau yang mana salah dan benarnya," tegasnya.
Presiden BEM UNIB Ridhoan Parlaungan Hutasuhut menegaskan, data terkait tuntutan agraria yang ada di Bengkulu harus dibuka lebih transparan. Keterbukaan informasi untuk mencegah masalah konflik agraria tidak berkepanjangan.
"Data-data dari perusahaan dan Kanwil ATR/BPN itu harus lebih jelas untuk menghindari berlarut-larutnya masalah ini," terang Ridhoan.