Harianbengkuluekspress.id – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan sementara operasional satu kapal keruk pasir berbendera Indonesia, MV. MSE 42, di perairan Bengkulu.
Hal itu dilakukan sebagai upaya menindak tegas pelanggaran dalam pemanfaatan sumber daya laut.
Pasalnya, Kapal tersebut diduga melakukan aktivitas pengerukan dan dumping pasir laut tanpa memiliki dokumen persetujuan pemanfaatan ruang laut yang sesuai dengan ketentuan.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, yang biasa disapa Ipunk, menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bukti keseriusan pemerintah dalam menertibkan kegiatan pemanfaatan laut yang tidak sesuai aturan.
BACA JUGA:Kapal Georgia Sejahtera Terdampar di Pantai Kaur, Ini Penyebabnya
BACA JUGA:Antisipasi Cuaca Buruk, Kapal Nelayan Harus Lengkapi Peralatan Keselamatan
"Ini bukan pertama kalinya kami menindak pelanggaran seperti ini. Beberapa waktu lalu, kami menghentikan dua kapal keruk pasir di Batam. Negara hadir untuk menertibkan dan memastikan bahwa pengelolaan sumber daya kelautan dilakukan dengan prinsip keberlanjutan," ujar Ipunk, dalam pernyataan resminya yang dikutip Sabtu 19 Oktober 2024.
Lebih lanjut, Ipunk menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekologi laut. Sebab, jika sumber daya laut dikelola dengan baik dan sesuai aturan, keberlanjutannya bisa dijaga.
"Jika sumber daya laut dikelola dnegan tidak sesuai aturan, maka kami akan bertindak tegas," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Pangkalan PSDKP Lampulo, Sahono Budianto, mengungkapkan bahwa penghentian sementara operasional kapal MV. MSE 42 dilakukan oleh Polisi Khusus (Polsus) Kelautan Pangkalan PSDKP Lampulo pada Kamis 17 Oktober 2024.
Kapal berukuran 1.393 GT yang dioperasikan oleh PT. TWJ ini diduga melakukan pengerukan pasir laut dan pembuangan (dumping) tanpa dilengkapi dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari KKP.
"Kapal ini diduga telah melakukan aktivitas pengerukan pasir laut dan dumping sejak Juni 2022 hingga Agustus 2024, dengan total sekitar 75.318 meter kubik pasir yang dikeruk. Aktivitas ini melanggar Pasal 18 Angka 12 Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang," jelas Sahono.
Sahono menambahkan bahwa setiap orang atau perusahaan yang memanfaatkan ruang di perairan pesisir wajib memiliki dokumen KKPRL dari pemerintah pusat.
BACA JUGA:Heboh, Ada Kapal Besar Terdampar di Pantai Batu Kumbang Mukomuko
BACA JUGA: Hebat, Desain Kapal Aman dan Ramah Lingkungan, Mahasiswi ITS Sabet Juara Internasional