BENGKULU, BE - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu mengklaim telah berupaya menyelesaikan konflik agraria di Provinsi Bengkulu.
Meskipun hingga saat ini masalah tersebut masih ada yang belum tuntas. Baik konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan, masyarakat dengan pemerintah, maupun perusahaan dan pemerintah.
Gubernur Bengkulu Prof H Rohidin Mersyah mengatakan, masalah konflik agraria sudah kronis. Karena konflik itu sudah terjadi puluhan tahun.
"Persoalan konflik lahan itu sudah terjadi 20-30 tahun yang lalu. Bukan berarti kita menghindar dari persoalan ini, sulit sembuh, sudah kronis. Kita main potong-potong, kita yang dipotong orang," ujar Rohidin dalam penyerahan sertifikat tanah program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL) tahun anggaran 2023, serta launching sertifikat elektronik oleh Presiden RI secara virtual, di Ruang Pola Pemprov Bengkulu, Senin (4/12).
Rohidin mengatakan, memang sebagai gubernur dirinya merangkap sebagai Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Bengkulu. Namun, pengendali kekeasaan di Bengkulu tidak bisa sendiri untuk menyelesaikan konflik agraria yang terjadi.
Dibutuhkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengeksekusi masalah konflik agraria dari mulai akarnya. Termasuk dibantu oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
"Saya berharap dengan kepala BPN Bengkulu yang baru ini, beliau berani dengan cepat amputasi masalah ini," tuturnya.
Rohidin menjelaskan, BPN memiliki kekuatan untuk menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di Provinsi Bengkulu. Maka ketika kepala BPN mampu menyelesaikan masalah tersebut dan dibantu oleh Forkopimda, maka masalah konflik agraria bisa diselesaikan.
"Memang saya sebagai Ketua GTRA, tapi pena saya tidak berlaku untuk mengiyakan dan mengtidakkan dari proses menyertifikasian maupun izin untuk diperpanjang atau tidak. Tetap BPN," ungkap Rohidin.
Rohidin menceritakan, rata-rata masalah lahan khususnya hak guna usaha (HGU) perkebunan terjadi sekitar tahun 1990-an. Kondisinya banyaknya izin HGU yang masuk ke Bengkulu. Luasnya cukup besar, sampai ribuan hektare. Sementara masyarakat banyak tidak mengerti adanya izin HGU. Apalagi yang terjadi ada HGU berpindah dari perusahaan satu ke perusahaan lainnya.
"Nah, disitulah awal masuknya konflik yang terjadi," bebernya.
Untuk itu, dalam penyelesaian konflik agraria itu, Rohidin meminta BPN bisa kembali memetakan lahan mana saja yang berkonflik. Baik wilayahnya, luasnya hingga masalah yang terjadi.
"Kalau masuk bagian lahan terlantar dan dikuasai masyarakat secara de facto (dapat pengakuan dari negara) sawitnya panen duluan. Saya kira ini yang harus dilepas. Kita gunting saja, selesai. Sepakat dengan BPN, lahan itu dikeluarkan, kalau tidak, tidak juga diperpanjang. Kalau mau nuntut silahkan nanti gugat di pengadilan. Kalau seragam begitu, selesai masalahnya. Kalau tidak, banyak sekali efek kriminalnya," ujar Rohidin.
Tidak hanya itu, Rohidin mengatakan, dirinya banyak mendapat kritikan dari masyarakat, khususnya mahasiswa, karana belum mampu menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di Provinsi Bengkulu. Bahkan foto gubernur dibuat karikatur karakter Pinokio oleh mahasiswa.
"Seperti itu dibuat mahasiswa, karena dianggap tidak serius menangani ini (konflik agraria). Padahal sudah kita presentasikan masalah ini sampai ke Presiden dan Menteri ATR/BPN. Perintahnya yang dikuasai rakyat, dilepas, dengan catatan kondisi produktif dan difungsikan," tuturnya.