"Saya kira tunjangan kinerja itu sah-sah saja diberikan. Tapi persoalannya adalah timing. Waktunya tidak tepat," ujar Todung saat melakukan konferensi pers di Media Centre, Jalan Cemara No.19, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 13 Februari 2024.
Menurutnya, masyarakat saat ini sedang berada dalam suatu proses pemilihan umum (Pemilu). Mungkin dari hal tersebut membuat publik semakin bertanya-tanya.
"Saat ini Bawaslu dan KPU sedang banyak mendapatkan kritik dari berbagai kalangan. Saya kira kritik ini juga bukan tanpa alasan, pasti ada alasannya," kata Pria Kelahiran Medan itu.
Namun, ia tidak mau mengatakan pemberian tunjangan kinerja ini sebagai sebuah penyuapan.
Sehingga mungkin saja persepsi yang muncul dari pemberian tunjangan kinerja dalam momen ini sebagai suatu rewards.
"Karena lebih baik kinerjanya ya pantas mendapatkan itu," tuturnya.
"Saya tidak mau menyebut istilah 'bribery'. Itu menurut saya tidak tepat. Perlu digaris bawahi, momennya yang kurang tepat," lanjutnya.
Ia menyarankan, sebaiknya kenaikkan tukin dilakukan setelah Pemilu. Agar masyarakat tidak bertanya-tanya dan menimbulkan sebuah spekulasi yang besar.
"Saya setuju-setuju saja, tapi kenapa disaat momen yang seperti ini. Kenapa sekarang? kenapa tidak habis pemilu saja," tukasnya.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara sah menandatangani peraturan presiden (Perpres) tentang tukin Bawaslu.
Ada beberapa kelas berbeda dari jumlah tukin yang diterima dengan perbedaan nominal.
Aturan tukin pegawai Bawaslu tersebut sudah diatur dalam Perpres Nomor 18 Tahun 2024 tentang tunjangan kinerja pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal Bawaslu.
Pasal 4 Perpres Nomor 18 Tahun 2024 tersebut berbunyi
"Tunjangan kinerja bagi Pegawai di Lingkungan Sekretariat Jenderal Badan Pengawas Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diberikan terhitung sejak Peraturan Presiden ini berlaku."
Hitungan tukin yang dibagikan akan dilihat dari seluruh kriteria dari hasil pelaksanaan reformasi birokrasi, Sekretariat Jenderal Badan Pengawas Pemilihan Umum.