Tolak Pajak 12 Persen, Mahasiswa Gelar Demo, Begini Tanggapan Dewan Provinsi
Para mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Bengkulu menggelar aksi penolakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% dengan membentangkan spanduk raksasa dan membakar ban di Kantor DPRD Provinsi Bengkulu, Jumat 27 Desember 2024.-RIO/BE -
harianbengkuluekspress.id - Sebanyak 24 orang mahasiswa merangsek masuk ke halaman Gedung DPRD Provinsi Bengkulu secara dadakan, pada Jumat 27 Desember 2024. Tak pakai lama, mahasiswa mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Bengkulu dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Republik Mahasiswa (REMA) Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) langsung membentangkan spanduk besar bertuliskan tolak PPN 12 persen.
Presiden Mahasiswa (Presma) BEM REMA UMB Mufti Hasyid menegaskan, pihaknya mendesak DPRD Provinsi Bengkulu untuk mendukung penuh dalam Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan.
"Situasi bentuk Pertambahan Pajak Nasional (PPN) 12 persen itu semakin mencekik rakyat," tegas Mufti, usai berdialog dengan DPRD Provinsi Bengkulu, Jumat 27 Desember 2024.
BACA JUGA:Jadi Mucikari, Lansia Diringkus Polisi, Segini Jumlah Korbannya
BACA JUGA:Perampok Gunakan Senpi Rakitan dari Lubuk Linggau, Segini Harga Dibelinya
Dijelaskannya, kebijakan kenaikan PPN 12 persen tidak sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi Masyarakat. Sebab unsur kenaikan PPN itu tidak hanya berlaku bagi masyarakat membeli barang mewah, tetapi juga berdampak lain. Seperti harga-harga barang pokok di pasar-pasar tradisional mempengaruhi terhadap nilai jual dan tawar. Baik bagi pelaku usaha dan masyarakat.
"Dengan adanya PPN ini pedagang-pedagang juga dikenai pajak untuk melanjutkan usahanya dan masyarakat kecil sebagai konsumen penting di pasar tradisional akan mendapat dampak juga dengan kenaikan harga-harga barang," tuturnya.
Mufti membandingkan, kenaikan pajak 12 persen berbanding terbalik dengan jumlah pengangguran terbuka atau (JPT) Indonesia saat ini berada pada 7 juta jiwa.
"Artinya dengan tingkat pengangguran yang tinggi, pendapatan pokok yang tidak stabil/rendah ditambah lagi dengan pajak yang sedemikian rupa, maka daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari juga terancam," tegas Mufti.
Maka para mahasiswa tersebut minta, DPR segera merevisi UU tersebut demi mencegah dampak-dampak negatif yang sangat dimungkinkan terjadi. Lewat DPRD Provinsi Bengkulu, agar tuntutan itu bisa segera disampaikan ke pemerintah pusat.
"Kita minta UU tersebut segera revisi atau dibatalkan. Bila di hapusan PPN ini," tambahnya.
Tidak hanya itu, mahasiswa juga meminta, DPRD Provinsi Bengkulu mengambil sikap untuk mendesak DPR RI melakukan pengesahan RUU perampasan aset.
Mufti menegaskan, RUU perampasan aset itu akan mematikan sumber kekayaan yang diperoleh melalui korupsi.
"Tentunya akan mengatur tegas, dalam pengembalian aset dan kekayaan kepada negara secara semestinya," ungkap Mufti.