82 Bayi Meninggal, Kepala DP3AP2KB Kota Bengkulu Beberkan Ini Faktor Penyebabnya
Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Bengkulu, Dewi Dharma. --
"Kami juga terus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk begerak bersama-sama, mulai dari keluarga, masyarakat hingga ke pemerintah untuk mempersiapkan remaja putri menjadi ibu yang sehat secara fisik dan mental," ungkapnya.
BACA JUGA:Mantan Sekwan Kepahiang Bongkar Aliran Korupsi, Ratusan Juta untuk Oknum Pimpinan Dewan
Usia reproduksi terbaik untuk seorang ibu adalah 20–30 tahun. Diusia ini, alat reproduksi sudah matang untuk melakukan persalinan dan peran mental sebagai seorang ibu. Dengan meningkatnya angka kematian ibu dan bayi pada tahun lalu, Dewi berharap ada langkah konkret dari semua pihak untuk menekan angka tersebut ditahun ini.
"Jika semua pihak bekerjasama dan bisa melaksanakan program yang ada dengan baik, insya Allah kita bisa menurunkan angka kematian ini terkhusus pada tahun 2025 ini," tutupnya.
Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Kota Bengkulu, Nelli Hartati menambahkan, jumlah kematian ibu dan bayi di Kota Bengkulu pada tahun 2024 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Beberapa faktor utama yang menyebabkan tingginya angka kematian ibu.
“Usia ibu saat melahirkan menjadi salah satu penyebab utama. Banyak ibu yang melahirkan di usia kurang dari 20 tahun atau di atas 35 tahun, yang rentan terhadap komplikasi serius,” ujar Nelli.
Faktor lain yang turut berkontribusi penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi, yang sering memicu eklampsia atau kejang saat melahirkan. Selain itu, sejarah operasi caesar dan kondisi plasenta yang menempel juga menjadi penyebab komplikasi serius, terutama karena dapat memicu pendarahan hebat yang sulit dihentikan.
“Kami juga mendapati bahwa beberapa ibu memaksa melahirkan di ‘tanggal baik’ secara tidak normal. Hal ini meningkatkan risiko bagi ibu dan bayi. Padahal, hanya sekitar 20% kelahiran yang membutuhkan intervensi medis seperti caesar. Persalinan normal sebaiknya lebih diutamakan untuk mengurangi risiko komplikasi di masa depan,” ucap Nelli.
Sementara itu, angka kematian bayi sebagian besar disebabkan oleh kelahiran prematur. Bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 28 minggu memiliki risiko tinggi tidak dapat bertahan hidup, terutama karena organ paru-paru mereka belum sempurna.
“Kondisi ini sering disebabkan oleh kesehatan ibu yang bermasalah, seperti tekanan darah tinggi atau eklampsia, sehingga memaksa bayi lahir lebih awal,” ujar Nelli.
BACA JUGA:Tirta Amerta Waterpark Bengkulu Dilaunching 18 Januari 2025, Berikut Harga Tiket Masuk
Melihat kondisi ini, Nelli menekankan pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan ibu dan bayi. Menurutnya, upaya ini harus melibatkan berbagai pihak, mulai dari keluarga, tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga petugas kesehatan.
“Kader posyandu dan pustu harus lebih aktif memantau kesehatan ibu hamil sejak dini. Selain itu, pelayanan kesehatan perlu diperluas, bukan hanya untuk ibu hamil, tetapi juga untuk mendukung kesehatan mereka hingga usia lanjut,” ujarnya.