Miliki Kebun 25 Hektare, Petani Wajib Urus Izin Usaha

RENALD/BE Kepala DPM-PTSP Bengkulu Selatan, Edwin Permana--
Harianbengkuluekspress.id – Para petani kelapa sawit di Bengkulu Selatan yang memiliki lahan dengan luas 25 hektare atau lebih, kini diwajibkan untuk memiliki perizinan usaha yang sah. Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) menekankan pentingnya legalitas usaha perkebunan dalam mendorong tata kelola yang baik, berkelanjutan, dan taat hukum.
Kepala DPM-PTSP Bengkulu Selatan, Edwin Permana ST MT MM menegaskan bahwa setiap pelaku usaha perkebunan, baik skala kecil, sedang, hingga yang berisiko tinggi, harus memiliki perizinan yang sesuai dengan ketentuan, termasuk Nomor Induk Berusaha (NIB). Khusus untuk usaha budidaya kelapa sawit di atas 25 hektare, diwajibkan mengantongi Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B).
“Kami terus mendorong para pelaku usaha agar segera mengurus perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS) berbasis risiko. Dengan OSS, proses menjadi lebih mudah, transparan, dan efisien,” ujar Edwin, Jumat 4 April 2025.
Menurut Edwin, hingga kini masih banyak petani atau pelaku usaha kelapa sawit yang belum memiliki legalitas usaha, padahal sistem OSS sudah disiapkan untuk mempermudah seluruh proses perizinan. Ia mengingatkan bahwa kepemilikan izin bukan hanya persoalan administrasi, tapi juga menjadi kunci dalam menjamin keberlanjutan usaha perkebunan itu sendiri.
BACA JUGA:Motif Dendam Pelaku Nekat Membunuh, Pemuda Seginim Tewas dengan 14 Tusukan
BACA JUGA:Pasca Libur, ASN Diminta Tingkatkan Kinerja
“Dengan adanya legalitas, maka pemanfaatan ruang menjadi lebih jelas, lokasi larangan tanam bisa dihindari, dan aktivitas usaha tidak akan tumpang tindih dengan kepentingan lingkungan atau tata ruang lainnya,” terangnya.
Selain sebagai bentuk kepatuhan hukum, Edwin menyebut kepemilikan NIB memiliki manfaat strategis lainnya. NIB menjadi identitas resmi usaha, berfungsi sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP), sekaligus dasar untuk mengakses perizinan lanjutan seperti sertifikasi halal, serta pengajuan kredit usaha ke perbankan.
“Petani sawit yang telah memiliki NIB bisa naik kelas. Dengan legalitas yang jelas, mereka punya akses untuk mengembangkan usaha, mengajukan pembiayaan ke perbankan, bahkan ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah,” tambahnya.
Ketentuan tentang kewajiban memiliki NIB ini, lanjut Edwin, telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 21 Tahun 2017 yang merupakan perubahan atas Permentan Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
Ia berharap para petani maupun pelaku usaha lainnya dapat segera menyesuaikan diri dengan regulasi tersebut demi kelangsungan usaha dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Dengan sistem yang sudah disederhanakan seperti OSS, sekarang tidak ada alasan lagi untuk menunda. Legalitas usaha adalah pondasi untuk berkembang,” tutup Edwin. (Renald)