Cerita Pilu Warga Eks Dusun Djago Bayo Seluma; Lahan Direbut Paksa PTPN 7, Sekarang Minta Dikeluarkan dari HGU
Hamdan Nawawi (65) warga Desa Nyiur memperlihatkan bekas luka bacok di kaki kanannya saat mempertahankan kebunnya di eks Dusun Djago Bayo dari PTPN VII pada 2011 lalu.-JEFRY/BE -
“Dalam peta yang ada sama kami saat ini masih menggunakan ejaan lama dan bukti peninggalan Belanda yang masih tersisa sampai saat ini, bahkan jalan yang ada ini bagian dari peninggalan Belanda. Serta penyerahan dari pasirah warga dan DPR perwakilan warga untuk lahan PTP itu di serahkan arah kanan Padang Capo,” ujarnya.
Sementara itu, Suhardi (67) warga Kecamatan Sukaraja juga menguatkan sejumlah keterangan keberadaan eks Dusun Djago Bayo karena ia saat itu sudah bekerja di PTPN VII.
Saat perusahaan pelat merah tengah mematok titik tapal batas lahan yang masuk ke dalam HGU yang akan diganti rugi, namun tidak pada lahan eks Dusun Djago Bayo, karena memang saat itu kawasan tersebut banyak fasilitas umum dan memang dipadati oleh warga warga.
“Saat ini tapak rumah tua dan kawasan pemakaman termasuk pemakaman orang tua kami masih ada dan bisa dibuktikan saat ini,” sampai mantan Karyawan PTPN VII ini
Suhardi menceritakan kronologis tragedi rusuh tahun 2011 lalu.
Hamdan mempertahankan kebun mereka yang tengah berada di anjungan kebun yang di datangi oleh preman perusahaan yang masih mempertahankan haknya. Alhasil, berujung dengan aksi brutal. Namun, hal itu telah diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak berlanjut lebih panjang. Sehingga wajar sampai detik ini warga eks Djago Bayo masih mengharapkan tanah ulayat mereka dikembalikan.
“Tanpa memandang sejarang lagi dan historisnya. Namun hanya meminta kemurahan hati agar lahan eks Dusun Djago Bayo Bisa dikeluarkan dari HGU PTPN VII karena sudah 40 tahun dikelola oleh perusahaan ini,” tegasnya singkat.
Terburuknya lagi, pada awal-awal perusahaan tersebut. Warga yang sudah berkebun dan bercocok tanam pada siang harinya, namun pada malam harinya telah rata lagi dengan tanah. Hal ini dilakukan oleh orang orang perusahaan. Karena memang dahulunya perusahaan ini diktator sehingga warga tidak bisa berbuat banyak melainkan hanya mengikhlaskan perbuatan yang telah dilakukan.
“Dahulu itu zaman orde lama jadi tidak ada yang bisa dan berbuat banyak untuk melawan diktator,” ujarnya
(333)