MK Hapus Pasal Sebar Hoaks

MK Hapus Pasal Sebar Hoaks -Istimewa/Bengkulu Ekspress-

Norma tersebut berpotensi dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk memidana pelaku yang menyebarkan berita bohong, tanpa sungguh-sungguh mengidentifikasi perbuatan pelaku.

Oleh karena itu, MK berpendapat norma pada Pasal 14 dan 15 UU No. 1/1946 dapat memicu terjadinya pasal karet yang dapat menciptakan ketidakpastian hukum.

Selain itu, ketidakjelasan ukuran atau parameter yang menjadi batas bahaya juga terdapat pada unsur "onar atau keonaran" dalam pasal digugat.

Menurut MK, penggunaan kata keonaran dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 berpotensi menimbulkan multitafsir.

Jika dikaitkan dengan hak kebebasan berpendapat, norma tersebut bisa mengancam hak masyarakat meskipun sesungguhnya bertujuan memberikan masukan atau kritik kepada penguasa.

Sehingga, yang dapat atau mungkin terjadi adalah justru penilaian yang bersifat subjektif dan berpotensi menciptakan kesewenang-wenangan.

Gugatan tersebut diajukan Haris dan Fatiah bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Dalam gugatannya, mereka juga mengajukan dua permohonan lain, yakni menghapus Pasal 310 ayat (1) KUHP serta Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Terhadap permohonan Pasal 310 ayat (1) KUHP, MK memutuskan pasal tersebut inkonstitusional. MK mengubah bunyi pasal itu menjadi "barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".

BACA JUGA:748 PPPK Pemprov Bengkulu Diterbitkan SK Sementara, Sekda Ungkap Tujuannya

BACA JUGA:Masa Jabatan Kepala Daerah Urung Berakhir 2024, Simak Keputusan MK Berikut

Sedangkan terhadap permohonan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE, MK menyatakan bahwa tidak dapat menerima karena Presiden telah mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sehingga sebagian materi norma telah berubah, termasuk pada pasal yang digugat pemohon.

Dengan demikian, permohonan itu tidak dapat diterima MK. "Pokok permohonan para Pemohon sepanjang pengujian Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU No. 19/2016 adalah kehilangan objek," sambung Suhartoyo. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan