Limbah Rumah Tangga Cemari PDAM, Ini Keterangan Kepala Instalasi Pengolahan Air (IPA) Surabaya, Bengkulu

Rabu 05 Jun 2024 - 00:27 WIB
Reporter : Medi Karya Saputra
Editor : Zalmi Herawati

Harianbengkuluekspress.id - Masalah kekeruhan sungai Bengkulu yang menjadi air baku PDAM masih menjadi persoalan. Pasalnya, selain ditemukan limbah pabrik/pertambangan di hulu sungai, air PDAM juga kerap dicemari dengan limbah rumah tangga. Hal ini membuat sistem pengolahan air harus bekerja ekstra. 

Kepala Instalasi Pengolahan Air (IPA) Surabaya, Hariansyah mengatakan kepekatan terhadap pencemaran ini sering kali membuat warna air cenderung kemerahan. 

"Biasanya ketika hujan dihulu dan terjadi banjir, maka aliran air yang diterima bercampur dengan limbah rumah tangga seperti sampah biasanya warna air kemerahan dan berminyak," ujar Hariansyah. 

Ia menyebutkan jika sedang mengalami kondisi ini, membuat air jernih yang dihasil lebih sedikit. Sedangkan sisanya akan didominasi dengan lumpur yang padat serta air yang sudah bercampur minyak. 

BACA JUGA:Perkuat Kerja Sama Antar Daerah, Pj Wali Kota Bengkulu Manfaatkan Forum Nasional APEKSI

BACA JUGA:Investor Eropa Lirik Bengkulu, Tertarik Investasi Bidang Ini

"Jadi saat masuk ke bak filtrasi, endapan air kotor yang dibuang itu lebih banyak ketimbang air yang bisa diolah. Artinya banyak yang kita buang lagi ke sungai dari pada yang dikirim ke masyarakat," terangnya. 

Tingkat kekeruhan tertinggi pernah mencapai 25-42 ribu Nephelometric Turbidity Unit (NTU). Sedangkan batas kemampuan mesin pengolahan PDAM hanya 1.000 NTU. 

"Sebetulnya yang bisa kita olah dibawah 1.000 NTU dengan catatan kalau tidak bercampur dengan limbah pabrik. Kalau sekedar lumpur biasanya cepat dinetralisir, tapi kalau keadaannya merah itu yang jadi kendala," jelasnya. 

Salah satu cara lainnya, yakni dengan memperbanyak bahan kimia penjernih air atau tawas. Meski tidak terlalu membahayakan bagi kesehatan masyarakat, namun saat air tersebut digunakan untuk mandi maka akan terasa lengket ditubuh, dan sebagai orang justru merasa tidak nyaman akan hal itu karena tawas bersifat asam. 

BACA JUGA:Mahasiswi Sudah Sebulan Hilang, Keluarga Laporkan ke Polda di Daerah Ini

"Terpaksa tawas yang digunakan harus lebih pekat, tetapi kondisi ini tidak terjadi setiap saat, melainkan hanya saat-saat tertentu saja," sampainya. 

Meskipun sering dihadapi dengan kekeruhan yang tinggi, namun pihaknya tetap mengirimkan air yang bersih dan jernih ke masyarakat. 

"Kita tetap menjamin air yang tersalurkan ke masyarakat itu layak digunakan," tukasnya. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota, Riduan mengatakan sesuai tupoksinya DLH melakukan pemantauan kualitas air melalui pengambilan sampling secara berkala. Hasil pemantauan itu dilaporkan per 3 bulan sekali ke Kementerian LH. 

Kategori :