Harianbengkuluekspress.id - Dalam rangka memperingati Hari Tani tahun 2024 ini, BEM KBM Universitas Bengkulu (Unib) menggelar diskusi publik dengan mengusung tema “Derita Pelanggaran HAM dalam Konflik Agraria”.
Diskusi publik ini digelar secara terbuka di tepi Danau Inspirasi Unib yang mengundang banyak kalangan mulai dari mahasiswa se-Provinsi Bengkulu, petani, organisasi masyarakat dan civitas akademika.
Diskusi publik ini juga menghadirkan beberapa narasumber, diantaranya ialah guru besar fakultas hukum Unib, Prof Herlambang MH, Direktur Kanopi Hijau Indonesia Provinsi Bengkulu Ali Akbar, beberapa perwakilan petani dari Air Palik Bengkulu Utara dan Wakil Presiden BEM Unib, Yoandha Audritama Ihza Kesuma.
Yoandha mengatakan, kegiatan ini diadakan dalam rangka memperingati peristiwa September hitam dan Hari Tani yang akan jatuh pada tanggal 24 September (hari ini, red). Dia menilai konflik agraria banyak yang belum ditangani secara serius.
BACA JUGA:Pos Polisi Simpang 5 Kembali Beroperasi, Begini Penjelasan Kapolresta Bengkulu
BACA JUGA:Siswa SDN 27 Torehkan Prestasi Tingkat Nasional
"Ini sebagai wadai refleksi untuk selalu bisa menyuarakan kebenaran dan untuk mendengarkan keluh kesah dari para petani yang ada di Bengkulu. Sehingga ke depan bisa menjadi masukkan bagi pemimpin baru nantinya," ungkapnya, Senin, 23 September 2024.
Sementara itu, Prof Herlambang mengungkapkan, fakta bahwa konflik agraria merambat kepada pelanggaran HAM, termasuk yang terjadi di Bengkulu. 30 tahun lebih ternyata konflik agraria ini pun banyak diantaranya belum memiliki kepastian yang jelas.
"Petani yang awalnya memiliki lahan itu, kemudian menjadi pekerja ditanahnya sendiri hingga pada akhirnya terdesak berubah status menjadi pencuri karena ketiadaan kepemilikan lahan. Miris memang dan butuh nafas sangat panjang untuk memperjuangkan hak petani," ucapnya.
BACA JUGA:Dinkes Intensifkan Tekan Stunting, Fokus Beri Makanan Tanbahan untuk Anak dan Ibu Hamil
Dikesempatan lain, Direktur Kanopi Hijau Indonesia Bengkulu, Ali Akbar juga menguraikan secara sistematis secara nyata bagaimana regulasi agraria di Bengkulu yang kacau balau ini. Bahkan telah mencederai hak-hal dari petani dan masyarakat.
"Kita berharap melalui diskusi ini dapat membangun semangat dan juga membuka wawasan bagi mahasiswa untuk mendorong agar petani dan kelompok lainnya bisa mendapatkan hak-haknya. Selain itu juga mengajak mahasiswa untuk selalu berfikir kritis dan ikut menyuarakan hak rakyat kecil. Seperti para petani ini, namun tetap dengan cara-cara yang baik tentunya," demikian terangnya. (Budhi)