Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Bengkulu, Aizan Dahlan mengatakan, UMP Bengkulu masih rendah dari provinsi lain, khususnya di Sumatera. Atas adanya kenaikan UMP hanya 3,87 persen itu, masih sangat jauh dari kesejahteraan pekerja.
"Kita SPSI sepakat untuk menolak kenaikan UMP 2024," terang Aizan.
Aizan mengatakan, UMP itu akan diterapkan di 6 kabupaten di Provinsi Bengkulu. Yaitu Seluma, Bengkulu Selatan, Kaur, Kepahiang, Lebong dan Rejang Lebong.
Sementara 4 kabupaten/kota, yaitu Bengkulu Tengah, Bengkulu Utara, Mukomuko dan Kota Bengkulu memiliki UMK sendiri.
Sebab, 4 kabupaten ini sudah memiliki dewan pengupahaan sendiri.
"Jadi, ada 6 kabupaten yang akan menerapkan UMP. Ini yang harus kita pikirkan. Masih sangat kecil sekali UMP itu. Tentu akan menjadi prestasi buruk di nasional. Karena Bengkulu memiliki upah paling kecil," tuturnya.
SPSI tetap mendorong UMP naik 10 sampai 15 persen. Sebab, kebutuhan hidup pekerjaa saat ini sudah sangat meningkat. Apalagi daya beli juga saat ini sangat menurun.
"Kita minta gubernur untuk berpikir ulang atas kenaikan UMP yang masih sangat jauh dalam mensejahterakan masyarakat Bengkulu," ujar Aizan.
Di sisi lain, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Edwar Samsi SIP MM menegaskan, pihaknya tidak setuju atas kenaikan UMP 2024 sebesar 3,87 persen. Karena kenaikan cukup kecil itu tidak akan memberikan kesejahteraan bagi para pekerja.
"Kita tegas tidak setujui kenaikan UMP hanya 3,87 persen. Karena tidak memberikan pengaruh sifnifikan bagi kesejahteraan pekerja kita," ujar Edwar.
Edwar mengatakan, kebutuhan biaya hidup saat ini sudah semakin meningkat. Harga bahan pokok juga terus meningkat. Jika upah pekerja hanya Rp 2,5 juta tentu tidak sebanding dengan pengeluaran biaya hidup pekerja.
"Paling tidak kenaikan sampai 10 persen. Karena kebutuhan hidup masyarakat itu sudah terus meningkat," tandasnya. (151)