Kasi Perlindungan Hutan KSDAE Rehabilitasi Hutan dan Lahan, serta Pemberdayaan Masyarakat Unit Pelaksana Teknis Daerah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (UPTD KPHL) Bengkulu Selatan, Ronaldy mengatakan dari luas 20.575 hektare Hutan Lindung Raja Mendara, 30 persen diantaranya sudah dirambah secara ilegal oleh oknum kelompok masyarakat.
"Kebanyakan dari mereka baru pulang dari merantau berkebun di tempat jauh atau luar daerah, tetapi ingin berkebun dan tidak ingin merantau kembali, maka mereka menguasai hutan lindung," kata Ronaldy.
Ronaldy juga menjelaskan 48.686 hektare hutan yang diawasi tersebut dibagi menjadi 3, yaitu hutan lindung seluas 32.741 hektare, Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 15.945 hektare.
"Untuk Hutan Produksi sudah ada 4 izin perhutanan nasional yang ada di Kecamatan Kedurang dan Air Nipis, 1 adalah Hutan Desa (HD) di Kecamatan Air Nipis dan 3 Hutan Kelola Masyarakat (HKM) di Kecamatan Kedurang," jelasnya.
Lebih jauh, Ronaldy mengungkapkan pihaknya sangat kesulitan dalam melakukan pengawasan langsung kepada para pelaku perambahan hutan. Sebab, saat melakukan patroli di kawasan HL, khususnya Raja Mendara pihaknya tidak pernah berjumpa dengan para pelaku perambahan hutan, diduga para pelaku telah mengendus kegiatan patroli yang dilakukan UPTD KPHL BS.
"Anehnya kami tidak pernah menemukan para pelaku perambahan hutan, mungkin karena mereka saling menghubungi. Padahal kami tidak langsung akan melakukan tindakan, karena kami akan melakukan upaya pendekatan untuk memberikan pengertian kepada para pelaku perambahan hutan," ungkapnya.
Meskipun begitu, Ronaldy dengan tegas mengatakan pihaknya melarang perambahan HL tanpa izin. Sebab, hal tersebut merupakan tindakan melanggar hukum dan pelakunya dapat terancam denda dan pidana. Bahkan belum lama ini UPTD KPHL BS berhasil mengamankan kayu jenis Meranti di Hutan Lindung Bukit Riki Kecamatan Air Nipis sebanyak 1,5 meter kubik.
"Tidak sedikit tindakan perambahan hutan memberikan dampak buruk. Bahkan bukan hanya punahnya flora dan fauna, tidak sedikit pelaku perambahan hutan melakukan tindakan ilegal logging dengan mengeluarkan kayu hutan lindung di saat malam hari ketika tidak ada pengawasan," ungkapnya.
Ronaldy berharap masalah perambahan hutan dapat segera diatasi dengan cara bersinergi dengan beberapa pihak terkait, khususnya Polres BS. Sehingga tindakan tegas kepada para pelaku perambahan hutan yang melanggar hukum dapat diterapkan.
"Tentunya dengan keterbatasan personel yang ada pada UPTD KPHL ini kami berharap ada dukungan, khususnya dari Polres Bengkulu Selatan untuk pencegahan perambahan hutan dan tindakan ilegal logging," harapnya.
Terpisah, Ketua Organisasi Penjelajah Goa Gunung Hutan Desa (PENGGUNDE), Eksi Febri mengungkapkan bahwa praktik ilegal logging semakin meningkat meski larangan telah diberlakukan. Sehingga tindakan tersebut sangat mengkhawatirkan keberadaan HL Raja Mendara yang berada di Desa Batu Ampar, Kecamatan Kedurang terancam hilang.
"Hutan yang menjadi pelindung sumber daya air, habitat flora-fauna langka dan penyeimbang iklim kini terkikis. Tidak jarang terdengar suara mesin gergaji dari dalam hutan," ujarnya prihatin.
Lebih lanjut, Eksi mengatakan pihaknya telah melaporkan kejadian ini kepada pemerintah desa. Namun tindakan konkret untuk mencegah dan menindak pelaku perambahan hutan dan ilegal logging belum terlihat nyatanya.
"Sudah kami sampaikan semua keadaan di Hutan Lindung Raja Mendara, tentunya kami khawatir dan terus prihatin dengan keadaannya yang semakin terancam," katanya.
Senada juga disampaikan MD (40), salah seorang warga Kecamatan Kedurang yang pernah ditahan karena kasus ilegal logging di kawan hutan lindung tersebut.
Ia menyatakan kekecewaannya terhadap maraknya praktik ini. Ia menuturkan bahwa para pelaku memanfaatkan kelengahan aparat untuk mengeluarkan kayu hasil tebangan secara diam-diam untuk meraup keuntungan pribadi.