Harianbengkuluekspress.id- Sebanyak 13 kepala daerah mengajukan uji materiil Pasal 201 Ayat (7), Ayat (8), dan Ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka meminta agar MK mengatur ulang jadwal Pilkada 2024, sehingga tak berlaku keserentakan pemilihan. Sebab, para kepala daerah mulai mengawali masa jabatannya pada tahun yang berbeda.
Ke-13 kepala daerah tersebut meminta sebagian pilkada digelar pada tahun 2025 mendatang atau mundur satu tahun.
Sidang gugatan ke-13 kepala daerah tersebut perkaranya dengan nomor 27/PUU-XXII/2024 itu kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Senin 26 Februari 2024.
BACA JUGA:PPP Menang Pemilu Seluma, 6 Kursi Dalam Genggaman, Ini Daftar Nama Diprediksi yang Duduk
Pasalnya, gubernur dan wakil gubernur, bupati, dan wakil bupati, serta wali kota, dan wakil wali kota hasil Pemilihan tahun 2020
Menjabat sampai dengan dilantiknya gubernur dan wakil gubernur, bupati, dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota oleh KPU hasil pemilihan tahun 2025.
Sehingga, ke-13 kepala daerah tersebut menegaskan, jika ada 270 kepala daerah yang baru mulai menjabat sejak 2020.
Jika pilkada serentak digelar pada 2024, sebagaimana diatur dalam pasal-pasal yang mereka uji, mereka merasa hak konstitusionalnya dirugikan karena adanya masa jabatan yang terpotong 1 tahun.
"Kami meminta supaya pilkada untuk 270 daerah itu baru digelar pada Desember 2025," ujar mereka.
Sedangkan untuk pilkada yang akan digelar tahun 2024, ke-13 kepala daerah tersebut meminta diperuntukkan khusus bagi daerah yang masa jabatan kepala daerahnya sudah habis pada 2022-2023.
Adapun 13 orang kepala daerah yang menggugat UU Pemilu tersebut ke MK yaitu:
1. Al Haris (Gubernur Jambi),
2. Mahyedi (Gubernur Sumatera Barat),