Pimpinan DPRD dari Golkar Setor Rp 3 Miliar ke Rohidin, Berikut Daftar dan Rincian Setorannya
Sembilan kader Partai Golkar, yang merupakan anggota DPRD Kabupaten dan Provinsi Bengkulu menjadi saksi dalam persidangan mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, Isnan Fajri dan Evriansyah di PN Tipikor Bengkulu, Rabu 25 Juni 2025.-RIO/BE -
Harianbengkuluekspress.id - Sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi dengan terdakwa mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, mantan Sekda Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri dan mantan ajudan Gubernur Bengkulu, Evriansyah alias Anca berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu, Rabu 25 Juni 2025.
Sembilan orang saksi dihadirkan JPU KPK untuk membuktikan adanya gratifikasi terhadap Rohidin. Saksi yang dihadirkan diantaranya, Ketua DPRD Provinsi Bengkulu, Sumardi. Ketua DPRD Mukomuko, Zamhari, Wakil Ketua II DPRD Rejang Lebong, Lukman Effendi, Wakil Ketua I DPRD Lebong, Ahmad Lutfi, Wakil Ketua I DPRD Seluma, Samsul Aswajar.
BACA JUGA:Diduga Peras Kepala Puskesmas di Seluma, Oknum LSM Terjaring OTT
BACA JUGA:Ekonomi Enggano Makin Sulit, Gubernur Minta Pertamina Lakukan Ini
Selanjutnya, Wakil Ketua I DPRD Bengkulu Utara, Ichram Nur Hidayah, Wakil Ketua II DPRD Kepahiang Ansori M dan Wakil Ketua II DPRD Bengkulu Selatan Dodi Martian dan anggota DPRD Kepahiang, Alfian Defandra.
Para kader Partai Golkar tersebut menyetorkan uang lebih kurang Rp 3 miliar untuk membantu pemenangan Rohidin pada Pilkada 2024 lalu. Sebagai kader Golkar, mereka wajib membantu Rohidin menjadi pemenang pada Pilkada 2024, karena sudah ada perintah dari DPP terkait hal tersebut. Saksi Sumardi menyerahkan uang Rp 1,2 miliar, kemudian saksi Zamhari menyetorkan Rp 500 juta, saksi Ichram Rp 350 juta, saksi Samsul Rp 250 juta, saksi Ansori Rp 300 juta serta saksi lain hingga totalnya Rp 3 miliar lebih. Dari saksi yang hadir, hanya asksi Defandra yang tidak memberikan uang. Tetapi dia bertanggung jawab memenangkan 1 TPS, dengan memasang 60 baliho Rohidin.
"Kalau saya tidak setor, saya hanya beli baliho 60 buah. Untuk memenangkan Pak Rohidin itu sudah ada perintah dari DPP, jadi itu wajib dijalankan," jelasnya.
Saksi lainnya yang menyetor uang tunai dengan nominal ratusan juta dan miliaran dinilai melanggar peraturan PKPU. Berdasarkan peraturan PKPU, bantuan perorangan diperbolehkan dengan nilai maksimal Rp 75 juta, dan itu dicatat dan diaudit penggunaannya. Tetapi yang terjadi pada kasus Rohidin, para saksi memberikannya langsung ke Rohidin melalui Anca dengan nominal miliaran dan ratusan juta perorang.
Tidak ada catatan penggunaan, yang terpenting mereka membantu sebagai bentuk dedikasi dan loyalitas pada partai.
"Hari ini kita periksa beberapa anggota partai Golkar, bantuan itu boleh diberikan tapi besaran bantuan ada pertaturannya. Mereka memberi bantuan Rp 3 miliar lebih totalnya, diberikan langsung ke Rohidin yang saat itu sebagai ketua Golkar dan Gubernur," jelas JPU KPK, Agus Subagya.
Saat diberikan kesempatan menanggapi keterangan saksi, Rohidin hanya ingin memastikan jika dirinya tidak memaksa dan menentukan nominal pemberian uang.
Seperti saksi Zamhari yang awalnya mengatakan nominal Rp 500 juta ditentukan atau diminta oleh Rohidin. Tetapi saat dikonfirmasi kembali oleh Rohidin, hal tersebut tidak benar.
Begitu juga dengan saksi lainnya yang mengatakan tidak ada paksaan apalagi menentukan nominal.
"Dulu posisi saya sebagai Ketua Golkar, saat ini saya sebagai terdakwa, saudara sekalian sebagai saksi, saya memang pernah mengumpulkan saudara sekalian di salah satu hotel untuk rapat membahas arahan dari DPP Golkar terkait pemenangan saya. Terkait permintaan uang, saya ingin meluruskan, saya sama sekali tidak meminta, menentukan nominal atau memaksa. Saya hanya menyampaikan arahan DPP agar semua kader sepakat memberikan bantuan," ujar Rohidin.