Harian Bengkulu Ekspress

Hasil Penelusuran Awal Disnakertrans, Korban PMI Ilegal Dipungut Rp70 Juta

Kepala Disnakertrans Provinsi Bengkulu, Dr EH Syarifuddin MSi--

Harianbengkuluekspress.id - Pengungkapan kasus kematian Adela Meysa (23), Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Seluma yang meninggal di Prefektur Ibaraki, Jepang, pada Sabtu, 8 November 2025 lalu, terus bergulir.

Penelusuran kasus ini membuka tabir dugaan jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menyasar masyarakat Bengkulu.


Berdasarkan penelusuran awal Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Bengkulu, ditemukan indikasi kuat, masih banyak warga Bengkulu lainnya menjadi korban. 


Para PMI ilegal ini bahkan harus merogoh kocek puluhan juta rupiah ke jaringan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) demi bisa berangkat ke Jepang.

BACA JUGA:Bupati Rejang Lebong Terima Penghargaan Kemenkum-HAM, Berhasil Bentuk Posbakum di 156 Desa dan Kelurahan

BACA JUGA:Penguatan Ekonomi Desa, Tanggo Raso Dapat Gedung Koperasi Merah Putih


Kepala Disnakertrans Provinsi Bengkulu, Dr EH Syarifuddin MSi mengatakan, biaya yang dibebankan kepada para korban sangat besar. Angkanya, dari Rp 40 juta sampai Rp 70 juta per orangnya. Namun tidak menjamin legalitas di negara tujuan.


"Kalau identifikasi kami, kira-kira biayanya antara Rp 40 juta sampai Rp 70 juta," ungkap Syarif, Kamis, 20 November 2025.


Dijelaskannya, jaringan LPK ini menjanjikan kepada calon pekerja akan menjadi pekerjaan resmi setelah mengikuti pelatihan. Para korban itu, diberangkatkan menggunakan visa wisata dengan janji visa tersebut akan diubah menjadi visa kerja setelah sampai di Jepang.


"Jadi, berangkatnya dengan visa wisata, tapi berjanji setelah bekerja langsung diganti visanya. Karena pemahaman yang kurang, para pekerja ini menurut saja karena merasa sudah membayar mahal dan sudah mengikuti latihan," tuturnya.


Faktanya, lanjut Syarif, janji perubahaan visa tersebut tidak pernah terealisasi. Pada saat korban sudah bekerja, visanya masih tetap visa wisata. Sampai visanya berakhir dan statusnya menjadi overstay atau melebihi batas waktu izin tinggal yang diberikan.


"Ketika telah overstay, maka otomatis pekerja sudah menjadi ilegal," beber Syarif.


Ia mengatakan, pihaknya bergerak cepat, setelah Gubernur Bengkulu H Helmi Hasan SE telah menerbitkan Surat Perintah Tugas Nomor 500.15/1725/DKKTRANS-03/2-25 tertanggal 11 November 2025 untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Berdasarkan data awal yang dikumpulkan dari para pekerja migran di Jepang, Disnakertrans berhasil mengidentifikasi jaringan pengirim.


"Kami sudah mengidentifikasi, misalnya mereka diberangkatkan oleh LPK dari Jawa Barat, tepatnya di Kabupaten Garut. Kami juga sudah mengidentifikasi siapa ketua LPK-nya," ungkapnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan