Harianbengkuluekspress.id - Provinsi Bengkulu kembali mencatatkan angka kekerasan terhadap anak yang mengkhawatirkan. Hingga semester pertama tahun 2024, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Provinsi Bengkulu melaporkan sebanyak 86 anak menjadi korban kekerasan.
Bentuk kekerasan yang dialami anak-anak ini sangat beragam, mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga eksploitasi dan penelantaran.
Kepala Dinas P3AP2KB Provinsi Bengkulu, Drs Eri Yulian Hidayat MPd mengatakan, dari 86 anak yang jadi korban kekerasan tersebut, kekerasan seksual mendominasi dengan jumlah korban mencapai 64 orang, disusul kekerasan fisik sebanyak 13 orang, kekerasan psikis 2 orang, eksploitasi 4 orang, traficking 2 orang, penelantaran 2 orang, dan kekerasan lainnya 3 orang.
BACA JUGA:Kekerasan Perempuan dan Anak 27 Kasus, Dalam Kurun Waktu Ini
BACA JUGA: Cegah Kekerasan Perempuan dan Anak, Dinas P3AP2KB Laksanakan Kegiatan Ini
"Kasus kekerasan terhadap anak di Bengkulu masih terjadi dimana kekerasan seksual masih mendominasi," ungkap Eri Yulian, Kamis, 25 Juli 2024.
Sebaran kasus kekerasan terhadap anak di Bengkulu juga bervariasi di setiap kabupaten dan kota.
Kabupaten Bengkulu Utara mencatatkan jumlah korban tertinggi dengan 29 anak. Sementara itu, di Kabupaten Seluma terdapat 19 anak jadi korban kekerasan, dan Kabupaten Kaur mencatatkan 10 anak.
"Kami terus berupaya untuk memberikan pendampingan dan perlindungan terhadap anak-anak yang menjadi korban kekerasan. Namun, dukungan dan peran aktif masyarakat sangat diperlukan untuk mencegah kasus-kasus ini," kata Eri.
Kabupaten lainnya juga turut mencatatkan korban kekerasan terhadap anak, seperti Kabupaten Rejang Lebong 9 anak, Kabupaten Kepahiang dengan 6 anak, dan Kabupaten Bengkulu Tengah dengan 8 anak. Kemudian Kota Bengkulu mencatatkan 3 anak menjadi korban kekerasan, sementara Kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Selatan masing-masing mencatatkan satu anak.
"Di Kabupaten Lebong, tidak ada kasus kekerasan terhadap anak yang tercatat pada semester pertama tahun ini. Ini menunjukkan bahwa pencegahan dan perlindungan yang dilakukan di wilayah tersebut cukup efektif," tambah Eri.
Meskipun demikian, upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak di Bengkulu masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah keterbatasan sumber daya dan fasilitas untuk menangani kasus-kasus tersebut.
"Kami membutuhkan lebih banyak dukungan dari pemerintah pusat dan pihak-pihak terkait untuk memperkuat layanan perlindungan anak," tegas Eri.
Selain itu, stigma dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang kekerasan terhadap anak sering kali menjadi hambatan dalam penanganan kasus. Oleh karena itu, edukasi dan kampanye kesadaran perlu terus digalakkan.
"Banyak kasus yang tidak terlaporkan karena korban atau keluarganya merasa takut atau malu," jelasnya.