Tangkal Hoaks, Jelang Pilkada, Ini Pesan Direktur Sekolah Jurnalisme Indonesia PWI Pusat

Senin 12 Aug 2024 - 20:27 WIB
Reporter : Eko Putra Membara
Editor : Zalmi Herawati

Harianbengkuluekspress.id - Tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024 sudah dimulai. Publik pun dihadapkan dengan berbagai informasi politik Pilkada. Informasi lewat media mainstream, media elektronik, media online hingga media sosial (medsos). Kebingungan publik dirasakan, ketika informasi yang disampaikan tidak dibenarkan keakuratannya. Informasi hoaks bakal menjamur publik, jika tidak cermat dalam memfilter. Untuk itu diperlukan upaya menangkal berita atau informasi hoax selama Pilkada berlangsung.

Direktur Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Ahmed Kurnia Suriawijaya mengatakan, banyak faktor terjadinya konten hoaks, khususnya di medsos. Apalagi medsos itu hanya mengandalkan kecepatan.

"Maka pengguna medsos juga cenderung ingin cepat menyebarkan informasi," terang Ahmed saat menjadi narasumber bimbingan teknis jurnalis dan medsos mitra pembangunan yang digelar oleh Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Kominfotik) Provinsi Bengkulu, di Hotel Grage Bengkulu, Senin 12 Agustus 2024.

Jika merujuk data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dari 3.235 konten hoaks terkait Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dari 17 Juli 2023 hingga 18 Maret 2024, sebanyak 1.971 konten hoaks telah berhasil dilakukan take down. Sementara  temuan lain sedang dalam proses take down.

BACA JUGA:Gerigi ITS Raih Rekor MURI, Koreo Catra Warna, Segini Pesertanya

BACA JUGA:1.000 Jalan Mulus Gencar Dilakukan, Jalan Desa Terpencil Ikut Dihotmix, Begini Kata Bupati Seluma

Ahmed mengatakan, saat ini konten apapun itu bisa cepat viral, atau banyak ditonton oleh publik. Apalagi konten politik. Maka publik harus pandai memfilter informasi yang disajikan di medsos.

"Cara sederhananya, bisa lihat dari sumber informasi itu. Lalu, gunakan logika informasi. Terakhir, cek informasi itu dalam berita yang telah beredar," tambahnya.

Kemudian, jika informasi hoax itu disampaikan ke publik dalam bentuk berita, menurut Ahmed, ada banyak cara juga untuk memfilter kebenaran informasi tersebut. Seperti melihat sumber berita yang disajikan. Kemudian, sumber yang orang yang berbicara di dalam berita. Termasuk dapat mengecek asal mulai berita itu terbit di media.

"Maka publik juga jangan mudah percaya. Termasuk dengan mengimbangi, untuk tidak ikut menyebarluaskan informasi itu," ungkap Ahmed.

BACA JUGA:Kekerasan Terhadap Anak di BU Marak, 41 Korban Ditangani DPPPA, Didominasi Kasus Ini

Banyak dampak buruk yang terjadi ketika informasi hoaks itu cepat dipercaya. Disamping menimbulkan kegaduhan, juga menimbulkan perpecahan terhadap publik. Termasuk publik, juga akan tidak percaya lagi dengan informasi yang disajikan media resmi.

"Informasi yang buruk itu ketika viral, maka dampaknya bisa berbahaya untuk orang lain dan diri kita sendiri," tegasnya.

Disisi lain, sebagai jurnalis, Ahmed menekankan agar jurnalis tetap berpikir kritis dan skeptis. Sehingga karya yang disampaikan ke publik benar-benar dapat dipercaya. Ada beberapa hal yang perlu ditekankan. Seperti melakukan verifikasi fakta, evaluasi sumber awal, hindari bias dalam informasi.

"Berpikir kritis menumbuhkan kemampuan untuk menganalisis informasi dan buat argumen yang logis sangat penting dalam menulis berita," ujar Ahmed.

Kategori :