Harianbengkuluekspress.id - Konflik agraria yang melibatkan masyarakat Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Bengkulu Utara dengan tiga perusahaan, yaitu PT Bima Bumi Sejahtera (BBS) di Mukomuko, PT Bimas Raya Sawitindo (BRS), dan PT Purnawira Dharma Upaya (PDU) di Bengkulu Utara, mentok tidak ada solusi. Meski, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu, telah tiga kali melakukan rapat mediasi dengan kedua belah pihak. Atas buntunya jalan keluar itu, pemprov mendorong kedua belah pihak untuk diselesaikan lewat jalur meja hijau atau pengadilan.
Asisten II Setdaprov Bengkulu RA Denni SH MH mengatakan, upaya pemprov untuk memfasilitasi konflik agraria itu telah dilakukan. Kedua belah pihak, masih bersikukuh atas kebenarannya masing-masing.
"Nanti diputuskan siapa yang benar dan salah. Pengadilan yang menilai mana yang sah dan mana yang tidak," tegas Denni, Senin 21 Oktober 2024.
Denni mengatakan, dalam rapat mediasi yang telah digelar, masyarakat khususnya petani yang terdampak, menuntut agar perusahaan perkebunan dibubarkan. Alasannya, masyarakat memiliki bukti kuat terkait kepemilikan lahan yang diklaim oleh perusahaan.
BACA JUGA:Pers Ujung Tombak Pilkada, PWI dan KPU Sosialiasi Pilkada 2024
BACA JUGA:Putra Bengkulu Jabat Menteri, Resmi Dilantik Presiden Prabowo jadi Menteri PDT
Kemudian, dari perusahaan mengklaim aktivitas yang dijalankan telah sah dan telah mendapatkan izin resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Perusahaan memegang aturan perizinan yang sah, sementara masyarakat memiliki bukti yang menurut mereka valid. Jika situasi ini terus didiskusikan dalam rapat, tanpa ada kejelasan hukum, tidak akan ada solusi yang bisa dicapai," bebernya.
Pemprov Bengkulu, menurut Denni, yang memiliki tugas sebagai fasilitator dalam konflik agraria yang melibatkan dua kabupaten. Hal itu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014.
"Kalau konflik terjadi di dalam satu kabupaten, maka kewenangannya ada di pemerintah kabupaten. Provinsi hanya memfasilitasi penyelesaian," ujarnya.
BACA JUGA:Pencetakan Susu Kada Diperketat
Rapat mediasi yang telah dilakukan selama ini, menurut Denni juga bentuk akomodasi atas permintaan masyarakat yang merasa dirugikan oleh aktivitas perusahaan perkebunan.
"Kita mengakomodir permintaan masyarakat dan memfasilitasi pertemuan antara masyarakat dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta perwakilan perusahaan. Ini sudah kita lakukan semua. Tapi kalau sudah 3 kali tidak ada solusi, ya silahkan ke pengadilan," tandas Denni. (Eko Putra Membara)